Sabtu, 30 Oktober 2010

Relevansi Teori Psikologi Piaget, Vygotsky, dan Bruner dalam Pembelajaran Bahasa Inggris

A. Pendahuluan
Manusia berkomunikasi dengan kuantitas yang tidak terhingga dalam kehidupanya sehari-hari. Segela aktivitas manusia tidak akan pernah terjadi tanpa adanya proses komunikasi, baik komunikasi verbal maupun non-verbal dalam rangka menyampaikan gagasan, pikiran, persaan dan pendapatnya. Sejak dimulai dari bangun tidur hingga tidur kembali di malam hari, bisa dibayangkan berapa kali seseorang mendengar dan berbicara, berapa lama ia membaca koran atau membaca berbagai macam iklan komersial di jalan-jalan, berapa lama ia menulis surat, laporan, tulisan ilmiah dan sebagainya, berapa kali dan berapa lama dosen menjelaskan kuliah di dalam kelas dan berapa lama dan berapa kali pula mahasiswa mendengarkan dan menanyakan hal-ihwal perkuliahan kepada dosen atau teman sekelasnya. Jika dihitung ternyata banyak sekali waktu yang digunakan seseorang untuk berkomunikasi dalam aktivitasnya selama satu hari.
Secara garis besar ada dua macam bentuk komunikasi, yaitu komunikasi verbal dan komunikasi non-verbal. Komunikasi verbal adalah suatu bentuk komunikasi untuk menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan yang dimiliki seseorang kepada orang lain secara lisan. Sedangkan bentuk komunikasi yang kedua adalah bentuk komunikasi yang tidak diucapkan secara lisan, tetapi komunikasi itu terjadi melalui tanda-tanda komunikatif, misalnya tulisan, gerak tubuh, rambu-rambu (misalnya rambu-rambu lalu lintas) dan sebagainya. Jenis komunikasi yang kedua tampaknya tidak banyak perbedaan antara satu tempat dan tempat yang lain atau antara satu negara dengan negara yang lain karena bentuk komunikasi yang kedua ini lebih banyak terjadi karena adanya konsensus atau bahkan proses ratifikasi antarnegara, misalnya komunikasi dalam bentuk rambu-rambu lalu-lintas. Merahnya lampu pengatur di perempatan jalan, berarti para pengguna jalan itu harus berhenti, lampu kuning berarti harus hati-hati, dan lampu hijau berarti boleh berjalan kembali. Masih banyak lagi komunikasi non-verbal lainnya yang banyak berlaku di berbagai negara. Tetapi hal itu tidak bisa dengan mudah terjadi dalam bentuk komunikasi verbal, karena bentuk komunikasi ini berkaitan erat dengan bahasa yang digunakan sebagai alat komunikasi.

Pendidikan untuk Marwah Bangsa: Pokok Pikiran untuk Akselerasi Pembangunan di NTB


Akhir-akhir ini sering terbaca di berbagai harian daerah ini, beberapa Kabupaten/Kota telah “sukses” melantik Bupati/Walikota Terpilih yang akan menjadi Pemimpin pilihan rakyat di daerah. PGRI NTB mendukung 100% cepatnya pengakuan dan pefungsian figur-figur pilihan mayoritas masyarakat tersebut agar mereka dapat segera mengejawantahkan mimpi-mimpi mereka membangun daerah yang masih terseok mencari dan menemukan kesejatiannya ini. Harapan dan doa masyarakat bertengger di bahu-bahu kokoh mereka sebagaimana yang terlebih dahulu diembuskan dengan keras oleh Tuan Guru Bajang.
Pendidikan yang berkualitas dalam ranah manusia yang cerdas. Sebuah ungkapan yang sangat mudah diucap namun membutuhkan jutaan tetes keringat untuk merealisasikannya, ratusan ribu kesabaran untuk membedahnya, atau puluhan ribu prihatin yang dapat menyentuh filosofinya. Mengapa? Sebab hanya dengan tetesan keringat yang memadai, kesabaran dan prihatin yang mengakar yang dapat menguatkan otot kakinya agar dapat mengejar ketertinggalannya yang terpaut begitu renggang.

Mencintai Bahasa Indonesia Berarti Cinta Tanah Air, Bangsa dan Negara

PENDAHULUAN
     Bahasa adalah alat komunikasi. Bahasa juga dianggap sebagai alat pemersatu bangsa. Lalu bagaimanakah arti pentingnya mencintai bahasa Indonesia sebagai perwujudan rasa cinta tanah air, bangsa dan negara khususnya bagi kaum muda?
     Banyak orang mengkhawatirkan semakin menurunnya minat dan kebanggaan kaum muda usia menekuni, mempelajari, menggunakan bahasa Indonesia dalam berbagai tindak bahasa. Namun tidak sedikit pula yang mengacungkan jempol ketika beberapa gelintir kaum muda mampu menorehkan prestasi dalam berbagai kegiatan tentang berbahasa Indonesia. Di Kota Mataram, misalnya, perolehan nilai UN tertinggi diraih mata pelajaran bahasa Indonesia baik di tingkat SD, SMP maupun SMA (Dikpora Prov. NTB, 2008). 
Lalu apa yang membuat risau? Fenomena apa yang menjadikan para praktisi bahasa gundah-gulana? Kenyataan apa yang memaksa para pakar bahasa khawatir?
   “Cinta para pemuda terhadap bahasa Indonesia semakin meluntur. Mereka lebih cenderung menggunakan bahasa gaul seperti dalam sinetron,” demikian Br. Gerard (2008).  Mendiknas pun mengatakan bahwa ada keprihatinan terhadap gejala bahasa yang terjadi, terutama kepada para pelajar. Dengan masuknya modernisasi membuat bahasa semakin ditinggalkan oleh generasi muda seperti yang terjadi saat ini (Sudibyo, 2008). Komentar yang sama juga dikemukakan seorang penulis kondang Korrie Layun Rampan (2007) bahwa persoalan bahasa merupakan persoalan yang sepele, namun jika tidak cepat diantisipasi bahasa Indonesia yang sesungguhnya akan hilang akibat perkembangan modernisasi di segala aspek kehidupan. 
Sesungguhnya masih banyak fenomena lain yang muncul dari kalangan masyarakat Indonesia sendiri yang dianggap potensial untuk semakin menyamarkan bahasa Indonesia. Bahasa sinetron, bahasa SMS, bahasa surat pribadi, iklan produk di media massa, sampai pada lawakan-lawakan menyambut Sumpah Pemuda 2008 pun menggunakan  bahasa “prokem” yang sangat mengganggu. 
Dunia pendidikan pun tidak luput dari sorotan. Kualitas pembelajaran bahasa Indonesia di berbagai tingkat pendidikan. Munculnya kelas-kelas bilingual dan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) yang mewajibkan penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar. Bahasa presentasi para elit negeri ini yang cenderung menggunakan porsi bahasa asing cukup signifikan. Semua itu adalah fenomena-fenomena yang tidak kecil dalam menyumbang kekhawatiran tentang kelestarian bahasa Indonesia. Lalu, apakah kita orang Indonesia benar-benar telah menjaga bahasa Indonesia seperti sumpah kita, sebagai wujud kecintaan kita kepada tanah air, bangsa dan negara Indonesia tercinta ini?

PENELITIAN KUALITATIF DALAM ILMU-ILMU SOSIAL

A. Pendahuluan   Ketika kita bergaul sehari-hari seringkali kita berargumen satu sama lain. Kita bercakap-cakap untuk mempe...