Sabtu, 19 Februari 2011

Apa Fungsi Nilai Budaya Lokal Dalam Pendidikan?

“Think Globally, Act Locally” tulis Naisbitt dalam bukunya yang berjudul Globall Paradox. Kata-kata tersebut sederhana tetapi mengandung makna yang dalam bagi kita semua yang tengah berada dalam persaingan global. Maksud dari dua kalimat tersebut adalah jika kita ingin sukses dalam persaingan Global, maka kita harus mampu berfikir secara global tetapi berperilaku dan bertindak lokal.
Kenyataan dewasa ini menunjukkan dunia seolah tanpa batas, berbagai pengaruh global melalui berbagai media informasi masuk mempengaruhi kita tanpa mampu kita hambat, baik positif maupun negatif, yang jika dibiarkan tanpa kendali maka nilai budaya setempat atau lokal akan tergerus hingga akhirnya hilang dari permukaan bumi.
Selain akibat pengaruh global, tergerusnya nilai-nilai setempat juga disebabkan oleh pengaruh yang datang dari para pemukim baru atau para pendatang, dimana mereka mempertahankan nilai yang dibawa dan dianutnya tanpa mau memperkaya diri dengan nilai lokal di tempat dimana mereka hidup dan tinggal. Mereka menganggap tempat yang didiaminya kini bukanlah tanah tumpah darahnya, hanya sebagai tempat menumpang hidup. Akibatnya, mereka tidak perduli dengan kondisi sekitar yang dipentingkan hanyalah diri dan kelompoknya. Padahal leluhur kita telah mewariskan sebuah nilai yang universal, yaitu “Dimana bumi dipijak, maka di situ langit dijunjung”. Ungkapan tersebut sangatlah sederhana tetapi makna yang dikandungnya sangat mendalam dimana orang yang “merantau” di tanah orang harus mampu menghormati dan menghargai serta menjadikan nilai tradisional setempat sebagai pegangan hidupnya. Jika berhasil mengimplementasikan pepatah tersebut pastilah dia akan memperoleh suatu keberhasilan dalam menggapai asa dan cita di negeri orang.

FALSAFAH KEPEMIMPINAN MANGGUSU WARU (Catatan Kritis)



Sumber: http://fitua.blogspot.com/

Dalam tradisi filsafat tua masyarakat Bima, kita mengenal adanya istilah Manggusu Waru yang selain dimaknai sebagai corak atap bangunan khas Bima, juga dijadikan semacam symbol kepemimpinan ideal dalam kultur masyarakat Bima. Jika diartikan secara terminology modern, Manggusu Waru adalah delapan criteria umum yang harus dipenuhi oleh seorang calon pemimpin sebagai pembuktian atas kepantasan, kepatutan dan kelayakan dirinya untuk mengemban amanah. Kriteria ini bukan hanya berlaku pada medium kepemimpinan elite, tetapi juga sampai pada lapisan-lapisan masyarakat terkecil, yang dalam struktur majelis hadat kesulthanan kita mengetahui adanya strata Gelarang, Nenti rasa, Jeneli, Bumi, Dari dan Tureli.
Saya akan mencoba mentransformasikan butir-butir Manggusu Waru itu sebagai berikut :

PREMIS PENGAMBILAN KEPUTUSAN


 “Penyesalan itu tidak akan datang terlambat dan bahkan tidak akan pernah datang, kalau pengambilan keputusan itu dilakukan secara benar dan tepat. Yakinlah …”

Perilaku manusia dalam menjalankan hidupnya dipenuhi dengan kegiatan pengambilan keputusan, yang pada hakikatnya adalah menentukan pilihan atas sejumlah alternatif yang tersedia. Mulai terjaga pada pagi hari, sudah dihadapkan pada pilihan antara bangun atau tidur terus. Begitu dijatuhkan pada pilihan “bangun”, dihadapakan lagi pada pilihan alternatif berikutnya: jalan pagi dulu, mandi dulu, atau sarapan dulu. Begitu seterusnya sampai malam hari telah tiba dan kembali ke tempat tidur dengan pilihan isterahat dan tidur. Dengan demikian, kegiatan manusia sesungguhnya  berkisar pada rangkaian pengambilan keputusan secara sadar atau tidak.
Setiap kegiatan yang dilakukan manusia, didahului oleh pengambilan keputusan, kecuali kegiatan yang bersifat refleksi. Kemudian, setiap keputusan akan ditindaklanjuti dengan perbuatan yang merupakan konsekwensi logis pengambilan keputusan itu. Keputusan yang tidak ditindaklanjuti adalah tinggal keputusan,  mandul, dan sia-sia. Keputusan, sebagai hasil suatu proses pengambilan keputusan,  merupakan awal  prilaku berikutnya. Keputusan yang tepat mewujudkan tindakan dan hasil yang tepat. Keputusan yang keliru akan melandasi prilaku yang keliru pula serta membuahkan kegagalan dan menjauhkan tujuan. Kalau mengalami kegagalan, sesali dan ratapilah keputusan yang diambil sebelumnya.

PENELITIAN KUALITATIF DALAM ILMU-ILMU SOSIAL

A. Pendahuluan   Ketika kita bergaul sehari-hari seringkali kita berargumen satu sama lain. Kita bercakap-cakap untuk mempe...