Abstrak
Practices make perfect memiliki paradigma bahwa suatu
tindakan akan teraplikasi dengan baik ketika tindakan itu dijadikan suatu
kebiasaan. Kebiasaan akan menjadi hal yang baik ketika dipandu dan diarahkan
dengan benar. Sekolah saat ini mengemban tugas mulia yaitu tidak hanya mendidik
para muridnya hardskill tetapi juga softkill. Paradigma pembelajaran yang
sebelumnya lebih menekankan pada apa yang perlu dipelajari murid telah beralih
pada bagaimana belajar. Guru merupakan agen perubahan dan dalam hal pembelajran
karakter, guru terletak pada garis depan dan oleh karenanya guru diharapkan
dapat menjadi role model bagi para muridnya. Nilai-nilai yang terkandung dalam
empat konsensus dasar kehidupan berbangsa dan bernegara di lingkungan
pendidikan saat ini menerapkan pendidikan karakter. Yaitu pola pendidikan yang
menanamkan kebiasaan (habituation) tentang hal mana yang baik sehingga
peserta didik menjadi paham (kognitif) tentang mana yang benar dan salah, mampu
merasakan (afektif) nilai yang baik dan biasa melakukannya (psikomotor). Dengan
kata lain, pendidikan karakter yang baik harus melibatkan bukan saja aspek
“pengetahuan yang baik (moral knowing)”, akan tetapi juga “merasakan
dengan baik atau loving good (moral feeling)”, dan “perilaku yang
baik (moral action)”. Kondisi demikian menjadi salah satu aspek
pendukung pada kemandirian siswa yang selanjutnya menjadi penguat kemandirian
bangsa sehingga menjadi simpul bagi semakin bermartabatnya NKRI.
Kata kunci:
pembiasaan, empat nilai konsensus dasar, pendidikan karakter, kemandirian, NKRI
RASIONAL
Undang-Undang
Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU
Sisdiknas) merumuskan fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang harus
digunakan untuk mengembangkan pendidikan nasional di Indonesia. Pasal 3 UU
Sisdiknas menyebutkan, “Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, dengan tujuan dapat berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Tujuan
pendidikan nasional itu merupakan rumusan mengenai kualitas manusia Indonesia
yang harus dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan. Oleh karena itu, rumusan
tujuan pendidikan nasional menjadi dasar dalam pengembangan nilai-nilai budaya
dan karakter bangsa di sekolah, dengan berlandaskan pada Pancasila, UUD 1945
dan kebudayaan kebangsaan Indonesia.
Pembangunan
karakter yang merupakan upaya perwujudan amanat Pancasila dan Pembukaan UUD
1945 dilatarbelakangi oleh realita permasalahan kebangsaan yang berkembang saat
ini, seperti: disorientasi dan belum dihayatinya nilai-nilai Pancasila;
keterbatasan perangkat kebijakan terpadu dalam mewujudkan nilai-nilai
Pancasila; bergesernya nilai etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara;
memudarnya kesadaran terhadap nilai-nilai budaya bangsa; ancaman disintegrasi
bangsa; dan melemahnya kemandirian bangsa (Buku Induk Kebijakan Nasional
Pembangunan Karakter Bangsa 2010-2025, dalam Puskurbuk, Januari 2011).
Untuk
mendukung perwujudan cita-cita pembangunan karakter sebagaimana diamanatkan
dalam Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 serta mengatasi permasalahan kebangsaan
saat ini, maka Pemerintah menjadikan pembangunan karakter sebagai salah satu
program prioritas pembangunan nasional. Semangat itu secara implisit ditegaskan
dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2005-2025, di
mana pendidikan karakter ditempatkan sebagai landasan untuk mewujudkan visi
pembangunan nasional, yaitu “mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral,
beretika, berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila” (Panduan
Pelaksanaan Pendidikan Karakter Bangsa: Puskurbuk, Januari 2011).
Bangsa
Indonesia saat ini dihadapkan pada krisis karakter yang cukup memprihatikan.
Demoralisasi mulai merambah ke dunia pendidikan yang tidak pernah memberikan mainstream
untuk berperilaku jujur, karena proses pembelajaran cenderung mengajarkan
pendidikan moral dan budi pekerti sebatas teks dan kurang dipersiapkan pada
murid untuk menyikapi dan menghadapi kehidupan yang kontradiktif. Bahkan,
fenomena lahirnya praktek korupsi juga berawal dari kegagalan 2 dunia
pendidikan dalam menjalannya fungsinya , ditandai dengan gejala tereduksinya
moralitas dan nurani sebagian dari kalangan akademisi. Banyak bukti menunjukkan
masih tingginya angka kebocoran di institusi terkait, pengkatrolan nilai oleh
guru, plagiatisme naskah-naskah skripsi dan tesis, menjamurnya budaya nyontek
para murid, korupsi waktu mengajar, dan sebagainya. Di sisi lain, praktek
pendidikan Indonesia cenderung terfokus pada pengembangan aspek kognitif
sedangkan aspek soft skils atau nonakademik sebagai unsur utama
pendidikan karakter belum diperhatikan secara optimal bahkan cenderung
diabaikan. (Raka, 2006 dalam Astuti, 2010)
Memudarnya
karakter manusia di Indonesia ditunjukkan oleh meningkatnya “kesenangan‟ dari
sebagian warganya terlibat dalam kegiatan atau aksi-aksi yang berdampak merusak
atau menghancurkan diri bangsa kita sendiri (act of self distruction). Ketika
bangsa-bangsa lain bekerja keras mengerahkan potensi masyarakatnya untuk
meningkatkan daya saing negaranya, sebagian dari warga di Indonesia malah
dengan bersemangat memakai energi masyarakat untuk mencabik-cabik dirinya
sendiri, dan sebagian besar yang lain terkesan membiarkannya. Memecahkan
perbedaan pendapat atau pandangan dengan menggunakan kekerasan, yang secara
sistematik mengobarkan kebencian untuk memicu konflik horizontal atas dasar
SARA, dan menteror bangsa sendiri adalah dua bentuk dari kegiatan merusak diri
sendiri, seperti halnya ; kasus Trisakti , kasus “Koja Priok”. Hal ini terjadi
karena makin memudarnya nilai-nilai kemanusiaan yang mencakup semangat dan
kesediaan untuk bertumbuh kembang bersama, secara damai dalam kebhinekaan
(Raka, 2007:2 dalam Astuti 2010).
Fenomena
lain yang menunjukkan krisis karakter adalah sikap mental yang memandang bahwa
kemajuan bisa diperoleh secara mudah, tanpa kerja keras, bisa dicapai dengan
menadahkan tangan dan dengan menuntut ke kiri dan ke kanan. Lebih lanjut,
dijelaskan oleh Gede Raka , bahwa kebiasaan menimpakan kesalahan kepada orang
lain, merupakan salah satu karakter yang menghambat kemajuan. Hal ini bukan
kekuatan, namun kelemahan. (Raka,2007:2 dalam Astuti, 2010).
Haruslah
diyakini bahwa tidak perlu ada keraguan dari seluruh komponen bangsa tentang
perlunya pembangunan bangsa dan karakter yang oleh Ir Soekarno, Presiden RI
Pertama ditemakan dengan nation and character building karena secara
konstitusional komitmen berbangsa dan bernegara Indonesia telah dengan tegas
dinyatakan dalam keempat alinea Pembukaan UUD 1945. Komitmen tersebut merupakan
kristalisasi dari semangat kebangsaan yang secara historis mengkristal dalam
wujud gerakan Kebangkitan Nasional 1908, Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, yang
berpuncak dengan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945. Karena itu
kegalauan seluruh komponen bangsa tentang kondisi bangsa yang dirasakan
menghawatirkan saat ini, dan prospek bangsa dan negara Indonesia di masa depan,
sangatlah beralasan. Pelbagai diskusi, seminar, sarasehan, simposium dan
sejenisnya yang saat ini marak di seluruh wilayah Indonesia, merupakan
indikator yang kuat bahwa seluruh komponen bangsa memiliki komitmen kebangsaan
yang sangat kuat. Namun demikian diperlukan adanya kebijakan nasional yang
komprehensif, koheren, dan berkelanjutan. (Winataputra, 2010)
Seperti
dinyatakan dalam Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa (Republik
Indonesia, 2010:1), situasi dan kondisi kondisi karakter bangsa yang
memprihatinkan tersebut, mendorong pemerintah untuk mengambil inisiatif untuk
memprioritaskan pembangunan karakter bangsa. Pembangunan karakter bangsa
dijadikan arus utama pembangunan nasional.
Hal itu
mengandung arti bahwa setiap upaya pembangunan harus selalu diarahkan untuk
memberi dampak positif terhadap pengembangan karaker. Mengenai hal tersebut
secara konstitusional sesungguhnya sudah tercermin dari misi pembangunan
nasional yang memosisikan pendidikan karakter sebagai misi pertama dari delapan
misi guna mewujudkan visi pembangunan nasional, sebagaimana tercantum dalam
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025 (Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007), yaitu “...terwujudnya karakter bangsa
yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, dan bermoral berdasarkan Pancasila,
yang dicirikan dengan watak dan prilaku manusia dan masyarakat Indonesia yang
beragam, beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi luhur,
bertoleran, bergotongroyong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, dan
berorientasi ipteks.”
Oleh karena
itu pembangunan karakter bangsa memiliki cakupan dan tingkat urgensi yang
sangat luas dan bersifat multidimensional. Ditegaskan dalam Kebijakan tersebut
sangat luas karena memang secara substantif dan operasional terkait dengan
“...pengembangan seluruh aspek potensi-potensi keunggulan bangsa dan bersifat
multidimensional karena mencakup dimensi-dimensi kebangsaan yang hingga saat
ini sedang dalam proses “menjadi”.
Dalam hal
ini dapat juga disebutkan bahwa (1) karakter merupakan hal sangat esensial
dalam berbangsa dan bernegara, hilangnya karakter akan menyebabkan hilangnya
generasi penerus bangsa; (2) karakter berperan sebagai “kemudi” dan kekuatan sehingga
bangsa ini tidak terombang-ambing; (3) karakter tidak datang dengan sendirinya,
tetapi harus dibangun dan dibentuk untuk menjadi bangsa yang bermartabat.
Selanjutnya, ditegaskan bahwa pembangunan karakter bangsa harus difokuskan pada
“...tiga tataran besar, yaitu (1) untuk menumbuhkan dan memperkuat jati diri
bangsa, (2) untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),
dan (3) untuk membentuk manusia dan masyarakat Indonesia yang berakhlak mulia
dan bangsa yang bermartabat.”
Di dalam
Kebijakan Nasional tersebut (2010;4) pembangunan karakter bangsa secara
fungsional memiliki tiga fungsi utama sebagai berikut:
a. Fungsi
Pembentukan dan Pengembangan Potensi. Pembangunan karakter bangsa berfungsi
membentuk dan mengembangkan potensi manusia atau warga negara Indonesia agar
berpikiran baik, berhati baik, dan berperilaku baik sesuai dengan falsafah
hidup Pancasila.
b. Fungsi
Perbaikan dan Penguatan. Pembangunan karakter bangsa berfungsi memperbaiki dan
memperkuat peran keluarga, satuan pendidikan, masyarakat, dan pemerintah untuk
ikut berpartisipasi dan bertanggung jawab dalam pengembangan potensi warga
negara dan pembangunan bangsa menuju bangsa yang maju, mandiri, dan sejahtera.
c. Fungsi
Penyaring. Pembangunan karakter bangsa berfungsi memilah budaya bangsa sendiri
dan menyaring budaya bangsa lain yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya
dan karakter bangsa yang bermartabat.
Demikian
ditegaskan bahwa “...ketiga fungsi tersebut dilakukan melalui (1) Pengukuhan
Pancasila sebagai falsafah dan ideologi negara, (2) Pengukuhan nilai dan norma
konstitusional UUD 45, (3) Penguatan komitmen kebangsaan Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI), (4) Penguatan nilai-nilai keberagaman sesuai dengan
konsepsi Bhinneka Tunggal Ika, serta (5) Penguatan keunggulan dan daya saing
bangsa untuk keberlanjutan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
Indonesia dalam konteks global.”
Sedangkan
yang menjadi tujuan (Kebijakan Nasional,2010:5) dari pembangunan karakter
bangsa adaalah “...untuk membina dan mengembangkan karakter warga negara
sehingga mampu mewujudkan masyarakat yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa,
berkemanusiaan yang adil dan beradab, berjiwa persatuan Indonesia, berjiwa
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan,
serta berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.” Untuk itu maka
Pembangunan Karakter Bangsa disikapi dan diperlakukan sebagai suatu gerakan
nasional yang harus menjadi komitmen seluruh komponen bangsa dengan tema
“...membangun generasi Indonesia yang jujur, cerdas, tangguh, dan peduli.”
Agar tujuan
ini dapat tercapai, diperlukan cara dan sepertinya pembiasaan dapat menjadi
salah satu cara yang baik dan efektif dalam mewujudkan tujuan ini.
Permasalahannya adalah bagaimana menerapkan kebiasaan sebagai metode pendidikan
karakter bangsa dalam ruang lingkup pendidikan?
PEMBAHASAN
Pernyataan Umum
Tujuan akhir dari semua
pendidikan adalah karakter. Sekolah
berkontribusi, baik atau buruk, terhadap karakter dan kepribadian tiap murid.
Karena perkembangan karakter merupakan
bagian integral dari pendidikan, maka pendidikan karakter harus menjadi
pertimbangan dari guru. Pendidikan
moral tidak dapat sepenuhnya berhasil jika dianggap sebagai mata pelajaran saja
yang diajarkan dalam periode tertentu. Meski
bukan menjadi penekanan yang melingkupi seluruh kehidupan dan pekerjaan sekolah
tetapi mendidik karakter murid harus selalu hadir dalam pikiran guru.
Pendidikan karakter memiliki dua
tujuan realisasi cita-cita besar yaitu, kesejahteraan sosial dan pengembangan
kepribadian individu. Keduanya saling
melengkapi. Perilaku yang berkontribusi pada kebaikan orang lain akan memberi
cara nyata dalam pengembangan kepribadian, dan, sebaliknya, realisasi kapasitas
individu berkontribusi, dalam jangka panjang, pada kualitas total dari
kehidupan kelompok. Untuk menjadi
pemandu dan panutan yang efektif dalam pengembangan karakter murid, guru tidak
hanya harus memiliki pandangan dan kemampuan interaksi sosial yang luas dan
amanah, tetapi juaga sensitif terhadap kemungkinan potensi laten murid.
Pengembangan karakter moral yang
sehat meliputi:
1. Pengetahuan tentang apa yang benar; kesadaran
prinsip moral, dan pelbagai alasan yang mendasari prinsip moral itu. Ini adalah landasan intelektual.
2. Sikap dan Keinginan yang benar, apresiasi
terhadap kualitas karakter yang baik dalam diri sendiri dan orang lain. Dalam hal ini emosi memainkan peran besar.
3. Kebiasaan berperilaku yang benar.
Karakter ini tercermin dalam
tindakan kebiasaan. Apa yang yang
ditunjukkan oleh apa yang dilakukan seseorang. Sikap dan kebiasaan yang benar memberikan motif untuk tindakan yang
benar dan kebiasaan hidup yang terpadu. Pengetahuan
saja tidak cukup, begitu pula niat, jika tidak disertai dengan tindakan yang
benar. Murid harus memiliki
kesempatan untuk memahami mengapa beberapa tindakan terkategori baik dan buruk,
mereka harus dibantu untuk mengembangkan sikap-sikap emosional untuk melakukan
hal-hal yang baik dalam pelbagai kesempatan yang beragam.
Setiap pendidikan karakter harus
mendapat perhatian. Studi di bidang
ini mengungkapkan bahwa sebagian besar masalah perilaku disebabkan karena murid
tidak mengerti mengapa hal-hal tertentu harus dilakukan dan yang lain tidak.
Ada kebutuhan besar untuk berdiskusi
tentang masalah perilaku yang timbul dalam pengalaman murid yang akan membantu
ke pemahaman yang jelas tentang isu-isu moral. Diskusi panjang menyiratkan bahwa guru tidak akan mendikte opini,
tetapi akan berusaha untuk merangsang pemikiran dan mengapresiasi murid terkait
keputusan yang rasional. Refleksi
lanjutan pada masalah etik berfungsi untuk mempercepat penilaian moral serta
untuk memperbaiki gagasan/pemahaman tertentu yang salah dan sikap yang tidak
benar. Murid, pada kenyataannya,
sangat tertarik pada masalah mereka sendiri, dan pemahaman sosial serta
kemampuan interaksi sosial guru ke murid akan sangat mempengaruhi diskusi ini.
Sikap dan Perilaku yang benar
merupakan perpaduan antara pemahaman moral yang benar dan sebagai akibat dari
kepuasan yang menyertai tindakan yang benar. Tugas
guru dalam hubungan ini adalah untuk memastikan bahwa kepuasan terjadi. Kepuasan yang muncul secara alami dari tindakan
itu adalah nilai yang jauh lebih besar daripada kepuasan yang berasal dari
suatu imbalan. Guru harus menyadari
bahwa insentif seperti tanda bintang dan hadiah hanyalah bersifat sementara
sebagai perangsang agar mereka bersikap benar. Akan tetapi jika keinginan untuk
hadiah tetap mendominasi sebagai motif, itu justru akan menjadi penghalang
daripada membantu ke sikap dan karakter yang benar. Apresiasi karakter yang baik, dulu dan sekarang,
sangat diperlukan dalam mengembangkan sikap dan perilaku yang benar.
Setiap sekolah memberikan
kesempatan untuk melaksanakan karakter baik yang dididik. Ini adalah tugas guru untuk mengatur standar
perilaku di sekolah dan tidak akan puas sampai kebiasaan yang diinginkan
menjadi mapan. Dalam bekerja menuju akhir ini, guru harus melakukan penilaian
yang baik kapan menggunakan tekanan otoritas dan kapan menggunakan pendekatan
personal. Biasanya, dengan
menunjukkan sikap yang benar dan mengukur sampai standar yang diinginkan, lebih
baik puas dengan hasil kecil tetapi mewakili pertumbuhan karakter yang benar
daripada mencapai hasil lebih besar dengan cara sewenang-wenang. Dalam kasus apapun kebijakan yang konsisten sangat
diperlukan. Seiring tercapainya
kebiasaan benar yang diharapkan, prinsip yang terlibat harus sesuai dengan
perkembangan usia murid. Pada saat
yang sama murid harus dipimpin untuk melihat penerapan prinsip ini dalam
situasi terkait. Dengan cara ini jumlah
terbesar kemungkinan transfer akan tercapai.
Tujuan Pendidikan Karakter
Tujuan pendidikan karakter di
bawah ini bukanlah merupakan tujuan yang bersifat final atau bahwa setiap
tujuan yang diusulkan bersifat inklusif. Tujuan yang dipaparkan di bawah ini,
setidaknya, dimaksudkan untuk menunjukkan
sudut pandang dan untuk menekankan tujuan tertentu dalam kepentingan khusus.
Meski dinyatakan dalam istilah umum,
diharapkan sasaran-sasaran ini cukup untuk membimbing guru, dan membentuk dasar
untuk menilai hasil aktual pendidikan.
A. Pengembangan
Pengetahuan dan Pemahaman.
1. Pemahaman tentang sifat dasar sosial karakter dan
perilaku moral.
a. Sebuah realisasi atas apa yang orang lain lakukan
untuk kita dan bagaimana kita bergantung pada mereka. Rasa ketergantungan akan meningkat dari
ketergantungan kepada orangtua, kakak dan adik, pembantu, dan pemerintah.
Hal ini akan membentuk pengenalan bertahap
terhadap pemahaman kelompok sosial, dimulai dari unit terkecil, rumah, dan
tempat bekerja, dan seiring pertumbuhan pengalaman murid, menuju pemahaman
tentang kelompok antar bangsa.
b. Pemahaman tentang perlunya kerjasama menuju
kebaikan bersama.
c. Sebuah apresiasi dari fakta bahwa pelbagai hal
baik yang dialami saat ini, kekayaan budaya kita, seperti musik, cerita,
gambar, dan juga adat dan kebiasaan kita, adalah hasil dari pengorbanan mereka
yang telah hidup sebelum kita. Cerita
hidup pelopor dan penemu besar, seniman, dan ilmuwan memberikan kontribusi
untuk pemahaman ini.
d. Sebuah realisasi tanggung jawab kita terhadap
penerus kita, dalam pelestarian warisan budaya, kelangsungan adat dan
kebiasaan, dan juga dalam memberikan kontribusi untuk kelangsungan hidup
manusia. Murid dapat dididik untuk
menyadari bahwa murid lain akan menempati kelas dan sekolah mereka dan mereka
harus meninggalkan segala sesuatu dalam kondisi terbaik untuk penerus mereka.
Ini adalah awal dari sikap terhadap
konservasi sumber daya alam kita dan kekayaan budaya kita.
e. Pemahaman tentang fakta bahwa perbuatan baik
merupakan kepuasan terbesar dan dalma jangka waktu terlama seperti yang pernah
dialami oleh banyak orang sebelumnya.
f. Pemahaman tentang nilai kesehatan yang baik dan
hubungannya dengan hidup sehat.
2. Pengembangan penilaian moral yang benar.
a. Pengetahuan tentang apa yang benar atau salah
dalam situasi tertentu yang seringkali berulang dalam kehidupan sehari-hari.
b. Pemahaman, sesuai tingkat kedewasaan murid,
tentang alasan mengapa tindakan tertentu dianggap benar atau salah.
c. Kemampuan untuk memahami akibat baik atau buruk
ke diri sendiri dan orang lain atas setiap tindakan yang dilakukan.
d. Standar umum penilaian moral. Prinsip moral yang jelas dipahami sebagai akibat
dari suatu kasus yang spesifik.
B. Pengembangan Sikap, Keinginan, Tujuan yang Benar.
1. Kepatuhan
pemikiran, perkataan dan perbuatan, pada standar moral yang tinggi.
2. Keyakinan
untuk setiap alasan yang baik dan menghormati semua hal yang baik.
3. Sebuah
perasaan kewajiban untuk memberikan layanan bagi orang lain serta kelompok
sosial, seperti, komunitas, sekolah, rumah, dll. Bersedia menerima tanggung
jawab pribadi.
4. Disposisi
untuk mengenali manfaat dari orang lain dan untuk mentolerir pendapat dan
tindakan mereka.
5. Sikap
menghargai dan mensyukuri kepada orang lain atas manfaat yang diterima, dan
atas pertimbangan kenyamanan dan kebahagiaan dari orang lain.
6. Sebuah
tekad untuk mencapai yang terbaik sesuai kemampuannya.
C. Pembentukan Pola Sikap dan Perilaku yang
Diharapkan
1. Memandu pola sikap dan perilaku murid dengan
secara bertahap mengurangi pengawasan dan meningkatkan kesadaran diri akan
pentingnya sikap dan perilaku yang benar dan cerdas.
2. Membiasakan untuk bekerja dengan baik dan
menanamkan rasa bangga ketika pekerjaannya tercapai.
3. Perasaan bersedia kerjasama dengan orang lain.
4. Membiasakan bertindak adil, sportif, jujur,
benar, dll, yang diukur sesuai dengan standar moral tinggi.
5. Membiasakan bertindak dengan sopan santun dan
dengan tata krama yang baik, ceria kepada orang lain; dan mengapresiasi layanan
yang diterima dari orang lain.
6. Kebiasaan bertindak berani dalam membela yang
benar, dan bertindak rendahhati terhadap yang lebih muda dan lemah.
7. Kebiasaan hidup sehat.
8. Kebebasan dari konflik emosional dan gangguan
yang tidak perlu.
9. Kebiasaan menolak godaan yang tidak benar dengan
tegas, mengarahkan energi ke cara yang sehat dan menekan sikap dan perilaku
yang buruk.
Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Karakter di Sekolah
Pertumbuhan karakter tidak dapat
dipisahkan dari proses pendidikan secara keseluruhan. Setiap faktor dalam sekolah memberikan kontribusi
dalam pembentukan karakter setiap murid. Jika
sekolah adalah tempat untuk mencapai efektivitas maksimum dalam pengembangan
karakter, maka kebijakan yang jelas harus diadopsi untuk tercapainya tujuan ini
dan menjadi prinsip koordinasi kerja. Berikut
ini adalah beberapa faktor yang memberikan kontribusi pasti dalam pencapaian
karakter yang layak:
1. Kepala Sekolah
Kepala sekolah adalah pemimpin
sekolah yang bertanggung jawab. Kepribadiannya mempengaruhi seluruh institusi
dan memainkan peranan besar dalam menentukan atmosfer moral dan intelektual. Dengan cara
yang tegas tapi ramah, kepala sekolah akan
mampu membangun kondisi sekolah yang kondusif. Dengan kepemimpinan yang
demokratis dan bijaksana, kepala sekolah dapat memandu para staf dan guru dalam
merumuskan falsafah pendidikan yang terpadu sehingga berfungsi dalam kehidupan
sekolah. Dengan cara ini kepala
sekolah akan berperan dalam memaksimalkan sumber daya para guru dan stafnya
untuk kebaikan para murid. Perkembangan
karakter terbaik pada setiap murid akan menjadi tujuan penting setiap saat.
Kepala sekolah adalah kekuatan moral yang
terdepan di sekolah.
2. Guru
Pengaruh guru terhadap karakter
murid-muridnya sangatlah jauh jangkauannya. Hal
ini diberikan tidak hanya melalui instruksi yang diberikan di kelas dan hal-hal
yang murid lakukan di bawah arahannya, tetapi guru merupakan sosok baik yang
dianggap teladan. Minat, hobi, dan apresiasi guru dapat menjadi sarana
membangkitkan minat, hobi dan apresiasi yang sama pada murid yang berpotensi
menjadi kekuatan dalam kehidupan mereka nantinya. Sepertinya guru harus berpose untuk
murid-muridnya sebagai model, yaitu bahwa guru menerapkan karakter yang dia
harapkan akan diterapkan oleh para muridnya nanti. Selanjutnya, guru harus
memiliki pandangan sosial, sikap hormat terhadap kepribadian anak, dan
keinginan tulus untuk membentuk karakter murid-muridnya dengan benar.
3. Organisasi dan Manajemen
Kelas dan Sekolah
Pengelolaan sekolah memiliki
pengaruh pada karakter murid. Sekolah yang
dikelola dengan baik lebih mengedepankan pada bagaimana mendidik para murid
untuk mencapai potensi terbaik yang mereka miliki. Jadwal kelas, tugas guru, dan peraturan sekolah
harus dikelola sedemikian rupa untuk menjamin adanya interaksi terbaik antara
guru dan murid dan menghindari gesekan dari rutinitas yang ada. Sekolah besar atau kecil harus mampu mengembangkan sebuah
program yang bervariasi, menarik, dan mamandu tindakan yang bertanggung jawab.
Sekolah harus memastikan bahwa guru
memiliki kesempatan dan tanggung jawab kepada murid mereka baik di dalam ruang
kelas dan di luar.
Sistem ujian dan nilai harus
mendorong pencapaian terbaik dari setiap murid tanpa memberi penekanan pada
aspek-aspek yang tidak diinginkan seperti seakan-akan sekolah adalah tempat
berkompetisi. Hal ini dapat
dicapai dengan menafsirkan hasil kinerja murid tanpa membebani murid dengan
sistem standar nilai dan peringkat.
Organisasi dan manajemen sekolah
dan kelas harus membuat ketentuan dengan memberikan porsi pengelolaan kepada
murid. Ini
merupakan bentuk kepercayaan dengan secara bertahap
menyerahkan tanggung jawab kepada murid agar murid dapat membuktikan bahwa
mereka siap dan mampu untuk memikul tanggung jawab. Tiap kelas memilih
pemimpinnya sendiri sehingga terbiasa dengan dasar-dasar prosedur demokratis.
4. Kurikulum
Mata pelajaran pada kurikulum
dapat mempengaruhi karakter murid setidaknya dalam tiga cara:
a Dengan berkontribusi langsung ke pengetahuan,
sikap, dan perilaku, seperti pada bidang kesehatan, kewarganegaraan, dan
apresiasi sastra dan seni.
b. Dengan membangkitkan minat baru yang mungkin
berpengaruh di kemudian hari.
c. Dengan
menghasilkan kualitas seperti ketelitian, ketekunan dalam menghadapi kesulitan,
dan kepuasanketika menguasai/berhasil.
Untuk mewujudkan
cara ini, kurikulum secara bijaksana harus memilih mata pelajaran yang sesuai
dengan kebutuhan peradaban sekarang dan masa depan.
Karena
pendidikan karakter harus masuk dalam mata pelajaran yang diberikan kepada
murid, berikut akan disajikan gambaran bagaimana beberapa mata pelajaran dapat
membentuk karakter murid.
a.
Pendidikan Kesehatan
Karakter dan
perilaku berhubungan erat dengan kesehatan fisik dan mental. Dalam banyak kasus, masalah perilaku dapat
ditelusuri ke kondisi mental yang terganggu, yang pada gilirannya mungkin
disebabkan karena gangguan fisik serta akumulasi pengalaman yang tidak
menyenangkan. Kesehatan mental sulit
untuk dibangun secara sehat dalam tubuh yang tidak sehat. Setiap anak memiliki hak untuk tumbuh secara
normal dengan kesehatan dari tubuh dan pikiran yang kuat dan baik. Pendidikan
kesehatan dapat berperan, dengan bekerjasama dengan rumah dan lembaga kesehatan
masyarakat, dalam menjamin lingkungan sekolah yang sehat, menumbuhkan kebiasaan
yang baik dan membangun pengetahuan dan sikap yang baik. Ini adalah tugas bagi setiap guru dan pihak
sekolah pada umumnya.
b.
Bahasa dan Sastra
Sastra dan bahasa membuka
potensi murid dan memberikan wadah untuk ekspresi diri. Sastra memberikan cerita yang mewakili kehidupan
manusia dan dari mempelajari sastra, muird dapat mempelajari hikmah dan
menambah pemahaman mereka dalam membedakan sikap dan perilaku yang benar atau
salah. Diarahkan dengan benar, mempelajari bahasa dan Sastra akan memberikan
kontribusi pada karakter murid karena murid mengembangkan kemampuan imajinasi
mereka dari juga mereka belajar mengapresiasi pengalaman orang lain sebagai
dasar untuk belajar moral.
c.
Pendidikan Sosial
Pendidikan sosial, seperti
namanya, dimaksudkan untuk memberikan murid pemahaman tentang kehidupan yang beradab
dan sikap sosial yang diinginkan. Agar murid memahami konsepsi sosial yang lebih luas, murid perlu
dipandu memadukan kehidupan sosial pribadi dengan pengetahuan yang diberikan
guru. Sejarah, terutama pada sisi
biografi, sangat penting dalam menanamkan sikap pribadi. Semua studi sosial
menekankan pada saling hubungan antar kelompok sosial dan hubungan antar
bangsa.
d.
Pendidikan Hitung
Kita cenderung berpikir
matematika sebagai ilmu yang sangat praktis dengan sedikit hubungan ke sikap
dan perilaku dalam pengertian umum. Tidak ada yang bisa jauh dari kebenaran. Belajar
berhitung memberikan murid konsepsi pertama
tentang ketepatan dan keniscayaan. Ini
adalah perkenalan pertama murid ke pandangan alam semesta yang akan dibangun
nanti melalui studi matematika lebih maju dan ilmu lainnya.
e.
Pendidikan Ilmu Dasar
Pemahaman dasar ilmu ilmiah dan
sikap menghormati kualitas benda yang ada di alam, baik hidup maupun mati,
adalah salah satu pendidikan karakter terbesar. Ilmu
pengetahuan alam mengajarkan pelajaran tentang saling ketergantungan antar
benda hidup dan mati.
f. Seni dan Ketrampilan
Pengaruh seni pada hasil
karakter murid merupakan perpaduan dari respon emosi dan hasrat kegiatan yang
dapat mengarah pada kepuasan tanpa batas yang lebih besar dan lebih besar. Dalam seni ada kesempatan untuk beraktivitas
secara kreatif, yang diakui memiliki landasan penting pada pengembangan
karakter.
5. Metode Pengajaran
Metode mengajar terikat dengan
bagaimana kelas dikelola. Metode yang mengedepankan banyak inisiatif dari murid sebagai respon dari arahan guru dan
berlimpahnya aktivitas yang bervariasi tidak hanya menghasilkan hasil belajar
yang terbaik, tetapi juga pembentukan karakter yang diinginkan. Metode seperti sosialisasi, perencanaan dan
penerapan diri, tugas projek kelas, harus dipertimbangkan dengan cermat oleh
guru dalam kaitannya dengan efek moral pada murid baik secara kolektif dan
individual.
6. Kegiatan Murid
Kegiatan murid, selain dari
instruksi yang diberikan di ruang kelas, memiliki tempat yang sangat penting di
sekolah dasar, terutama dari sudut pandang pendidikan karakter. Sekolah harus memiliki perayaan untuk menandai
peristiwa khusus dan perayaan ini melibatkan murid untuk berpartisipasi,
seperti Hari Peringatan Nasional, Hari Raya Keagamaan dan lainnya. Peristiwa
ini melibatkan seluruh sekolah dan masyarakat juga. Dengan pemikiran dan pertimbangan matang, guru
dapat memberikan beberapa tanggung jawab untuk setiap murid.
Kegiatan rekreasi sekolah,
permainan, dan olahraga, memberi guru interaksi yang diperlukan dengan murid
dalam keadaan alami dan membantu untuk mengembangkan sikap dan kebiasaan yang
diinginkan. Sekolah dapat
menjadi "rumah" dan memasukkan setiap murid dalam permainan untuk
memupuk rasa kesetiaan kepada kelompok.
Dalam merencanakan semua kegiatan
ini, guru harus mencerminkan karakter yang baik dan benar. Guru akan menentukan bagaimana kegiatan akan
dilakukan dan bagaimana mengapresiasi apa yang telah dilakukan murid.
7. Disiplin
Cara disiplin ditangani memiliki
pengaruh yang sangat besar pada karakter murid. Tujuan
pertama adalah untuk mencegah timbulnya kasus-kasus disiplin. Ketika kondisi sekolah dan kelas baik dan
disesuaikan dengan kemampuan murid, dan ketika suasana sosial ruangan kelas
menyenangkan, kasus disiplin tidak sering terjadi. Disiplin yang baik tergantung juga pada sikap
mendorong dan simpatik dan juga pada humor yang baik dan kontrol diri dari
guru.
Ketika kasus disiplin muncul,
kontribusi ke pembentukan karakter akan lebih fokus pada menemukan penyebab
kasus disiplin itu, menempatkan tanggung jawab pada anak untuk menemukan solusi
dari kasus itu, dan upaya untuk meningkatkan kesadaran murid untuk membedakan
mana yang baikdan buruk serta mana yang benar dan salah. Guru yang bijaksana akan menangani murid secara
personal dan akan berpikir dalam upaya menanamkan kesadaran disiplin pada murid
dibandingkan memberi hukuman ke murid.
8. Bimbingan ke Murid
Setiap guru bertanggung jawab
membimbing murid secara individual dalam semua hal penting pendidikan, dengan
penekanan khusus dalam pengembangan karakter. Bimbingan
adalah fungsi kontinu dan sangat penting ketika segalanya berjalan lancar dan
ketika adanya kesulitan pribadi pada murid. Murid yang sikap dan perilakunya
normal tetap membutuhkan bimbingan dari segi peningkatan pemahaman kecerdasan
sesuai dengan arah pertumbuhan maksimal karakter sifat yang diinginkan.
Bagi murid yang sikap dan kelakuannya tidak wajar, bimbingan tidak harus dianggap sebagai sinonim dengan
disiplin. Kecenderungannya adalah
untuk murid yang agresif yang menarik perhatian besar dan menyerap sebagian
besar upaya guru. Dibandingkan
dengan murid tipe agresif, murid dengan sifat resesif perlu mendapat perhatian
juga karena meskipun tidak mengganggu rutinitas sekolah, biasanya mereka
memiliki permasalahan lebih karena ketidakmampuan sosial dan emosional mereka
dan oleh karenanya lebih membutuhkan bimbingan. Meskipun guru rata-rata tidak memiliki kemampuan psikologis untuk
menangani kasus-kasus dengan masalah yang lebih sulit, setidaknya guru dapat
memberi perhatiannya kepada murid yang sedang mengalami masalah dan terutama
untuk murid yang introversive.
Guru harus selalu melihat fakta
bahwa pendidikan berhubungan dengan individu. Hal
ini diperlukan untuk mempelajari setiap murid secara terus-menerus dan secara
hati-hati dan menerapkan langkah-langkah kalkulatif untuk menghasilkan
pengembangan keseluruhan karakter yang terbaik. Guru yang baik selalu memperlakukan murid mereka dengan pendekatan
personal secara langsung.
9. Hubungan dengan Rumah dan Badan Sosial Lainnya
Jika pendidikan adalah untuk
menghasilkan karakter yang layak, maka penting bahwa sekolah dan rumah bekerja
di tujuan dan lintas yang sama. Ini berarti
pengetahuan dan pemahaman haruslah mutual. Organisasi Orangtua-Guru adalah langkah di arah yang benar dalam membina
hubungan antara orangtua dan guru demi kepentingan terbaik murid dalam
kapasitas yang sifatnya saling mendukung. Kepala sekolah dan guru menerima dan
berbagi penuh tanggung jawab untuk membimbing murid. Secara umum ini akan
berarti bahwa setiap guru akan berkoordinasi dengan orangtua untuk saling
bertukar informasi terkait hal-hal yang terjadi pada murid yang dapat
meningkatkan kemampuan akademik mereka dan juga kemampuan karakter mereka.
Dalam cara yang sama, pihak
sekolah juga perlu menjalin hubungan dengan lembaga lain di masyarakat,
seperti, Pramuka, Palang Merah Indonesia, Sekolah Sepak Bola, dll, yang
memiliki pengaruh penting terhadap murid. Di
sini juga biasanya mungkin untuk mengajarkan pemahaman dan bekerjasama secara
harmoni.
10. Semangat bersekolah
Sekolah, pada jangka panjang,
mencerminkan pandangan dan cita-cita stafnya. Apakah
itu sebuah sekolah pedesaan dengan satu guru atau sekolah yang lebih besar di
perkotaan, kepala sekolah menentukan standar. Semangat sekolah yang tepat terletak pada kepercayaan dan sikap saling
menghormati antara guru dan kepala sekolah dan antara murid dan guru. Sekolah yang baik tidak hanya ditandai oleh
tatanan sempurna tetapi oleh keinginan nyata untuk bekerja sama dan berbagi
tanggung jawab secara aktual dalam bekerja dan bermain. Murid perlu
diberi kesempatan yang luas untuk melakukan kegiatan secara demokratis mengganggu tanggung jawab guru dalam
mengarahkan dan mengawasi mereka. Dalam
batas-batas tertentu, pembentukan karakter akan lebih produktif jika murid
melakukan latihan pengarahan diri sendiri, bahkan dengan risiko melakukan
kesalahan, daripada bergantung pada kontrol yang bersifat otokratis.
Berdasarkan pengalaman, kepala sekolah dan
guru harus menemukan sendiri dan mempelajari keseimbangan terbaik antara
kontrol guru dan pengarahan diri sendiri yang dilakukan murid. Meskipun tugas guru adalah untuk memimpin dan
menginspirasi, dan bila diperlukan untuk perintah, murid harus diberikan porsi
yang proporsional untuk mengembangkan dirinya sendiri dalam lingkungan sekolah
yang baik. Dengan cara ini
penilaian, inisiatif dan kepemimpinan dan dikembangkan oleh murid.
Karakter Pemuda dalam Menunjang
Kehidupan Berbagsa dan Bernegara
Terlepas dari pentingnya
pendidikan karakter dan jumlah studi yang telah dikhususkan untuk itu, hanya
ada beberapa metode terbaik untuk digunakan.Secara umum ada dua mode
pendekatan:
1. Dengan dimulai dengan memberi pemahaman sikap,
keutamaan dan kebajikan yang baik dan benar dan sifat yang perlu dikembangkan
kemudian masuk ke penerapannya. (Teori ke Praktek)
2. Dengan dimulai dari penerapan dengan pengaturan
bahwa sifat itu seharusnya muncul kemudian diberi pemahaman sikap, keutamaan
dan kebajikan yang baik dan benar. (Praktek ke Teori)
Dua metode ini saling terkait
erat dan guru yang bijaksana mungkin akan menggunakan kombinasi dari mereka.
Dari manapun titik awalnya, terdapat dua hal penting: (1) bahwa instruksi
berhubungan secara langsung ke tindakan murid ', dan (2) pembentukan karakter
melibatkan kesadaran umum prinsip dan cita-cita.
Kelemahan dari metode pertama
adalah bahwa hal itu akan menjadi tidak berarti karena berhubungan dengan
pengalaman anak. Metode ini cocok
untuk "berkhotbah" daripada aksi dan dapat dengan mudah berubah
menjadi serangkaian pelajaran formal. Ini,
jika diibaratkan, adalah rumus lisan yang penerapannya samar-samar dipahami.
Metode kedua memiliki keuntungan
tertentu. Metode ini
memastikan pemahaman yang jelas dan praktis dari kasus aktual dan cocok untuk
tindakan langsung. Kelemahan metode ini terletak
pada meninggalkan contoh-contoh tertentu dalam isolasi, dengan akibat bahwa
mereka tidak pernah dikonsolidasikan ke dalam skema nilai-nilai dalam pikiran
murid. Tindakan akan meningkatkan kecerdasan jika pengalaman turut serta
dalam proses memahami suatu tindakan. Pendekatan
yang bersifat insidental tergantung pada kemungkinan terjadinya situasi yang
membutuhkan penanganan tertentu. Hanya
dengan memperkenalkan kasus imajiner guru dapat memberikan pelbagai contoh yang
cocok untuk membangun sebuah konsepsi umum. Jika hal ini dilakukan tanpa mengaburkan realita yang ada, maka
metode ini mungkin akan berhasil.
Pada semua kejadian sebagian
besar pelatihan karakter akan terjadi secara kebetulan sebagai reaksi dari
masalah yang timbul sehubungan dengan kehidupan dan pekerjaan sekolah.
Prinsip-prinsip berikut dapat membimbing guru dalam perencanaan dan
melaksanakan pendidikan karakter:
1. Perlu
disadari pentingnya pelatihan moral dan mengupayakan kesadaran alami untuk
mencapainya. Sebuah rencana yang pasti dan konsisten sangatlah penting.
2. Sehubungan
dengan rencana ini guru harus memiliki standar perilaku yang diharapkan sesuai
dengan usia murid. Penyimpangan dari standar ini tidak boleh diizinkan tanpa
alasan yang baik.
3. Konsistensi
dalam menentukan manakah perilaku yang baik dan yang buruk merupakan cara yang
paling efektif untuk mencapai hasil yang diinginkan. Penentuan ini adalah
penilaian kelompok yang ideal untuk pengembangan karakter. Disiplin menjadi
perlu hanya ketika penentuan sosial menjadi cara yang tidak efektif tetapi
tetap terus menekankan pada pendisiplinan baik daripada yang buruk.
4. Harus ada
banyak kesempatan untuk mendiskusikan masalah demi memperjelas situasi dan demi
mengembangkan pemahaman tentang manakah prinsip-prinsip yang benar dan yang
salah. Penanganan terhadap murid harus memperhatikan penalaran murid ketika
mereka melakukan suatu tindakan dan murid diberi kesempatan untuk membuat
keputusan sendiri terkait permasalahan yang dihadapi murid. Yang menjadi tujuan
adalah memberi tindakan kepada murid berdasarkan alasan yang masuk akal
daripada otoritas.
5. Kegiatan
harus dilakukan dengan dasar pembiasaan perilaku yang baik dan membuat murid
merasa puas ketika melakukannya. Ekspresi diri harus didorong dan inisiatif
murid dimanfaatkan sebaik-baiknya. Pendidikan karakter tidak lebih dari sebuah
proses pasif. Fungsi guru adalah untuk bertindak sebagai panduan dalam kegiatan
ini. Penekanan utama harus terletak pada pembiasaan melakukan bukannya baik.
6. Keberhasilan
dan pencapaian harus menjadi kunci utama dari semua kegiatan murid. Guru harus
menumbuhkan perasaan sukses dalam muridnya.Setiap murid dapat dan harus
berhasil dalam usahanya ketika mereka diberi kepercayaan dalam mengemban suatu
tugas dan tugas itu dilakukan dengan kesadaran diri dan secara menyeluruh.
7. Perlu
disadari agar murid mengakui kesuksesan dan kemajuan mereka sendiri dalam
pengembangan karakter yang disetujui.
8. Metode
terbaik untuk mengembangkan tanggung jawab pada anak-anak adalah memberikan
mereka tanggung jawab. Singkatnya, kualitas moral tumbuh dengan praktek.
9. Guru dan
administrator harus menghormati individualitas murid, dan menghormati dengan
rasa hormat yang sama dan perhatian yang sama seperti yang diharapkan.
10. Guru harus
menggunakan semua potensi yang ada untuk memberi pendidikan karakter.Setiap
bentuk pelatihan moral dilakukan secara serius dan tulus. Hanya dengan
pengalaman, guru akan menemukan metode yang paling sesuai dengan kepribadian
dan pandangannya. Pada analisis akhir, pengembangan karakter adalah hal yang
sangat pribadi.
Dari
pelbagai pembahasan di atas, maka dapat dicatat beberapa pembiasaan yang
bermanfaat untuk pembentukan karakter murid. Pembiasaan ini tidak hanya
difokuskan dari guru ke murid tapi juga antarmurid. Dalam kaitannya dengan
Pendidikan karakter bangsa, pembelajaran karakter ini dapat dilakukan dengan
pembiasaan nilai moral luhur kepada murid dan membiasakan mereka dengan
kebiasaan (habit) yang sesuai dengan karakter kebangsaan.
Berikut adalah 18 Indikator Pendidikan Karakter bangsa
sebagai bahan untuk menerapkan nilai-nilai yang terkandung dalam 4 konsensus
dasar kehidupan berbangsa dan bernenagara dalam proses belajar mengajar di
kelas dan di sekolah yang dapat dilakukan oleh seluruh civitas akademik di
sekolah:
No
|
Nilai-nilai
|
Deskripsi
|
Indikator
|
|
Sekolah
|
Kelas
|
|||
1
|
Religius
|
Sikap dan
perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran
terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, serta hidup rukun dengan pemeluk
agama lain
|
a. Merayakan hari-hari besar
keagamaan.
b. Memiliki fasilitas yang dapat
digunakan untuk beribadah.
c. Memberikan kesempatan kepada semua peserta didik
untuk melaksanakan ibadah.
|
a. Berdoa sebelum dan sesudah
pelajaran.
b. Memberikan kesempatan kepada
semua peserta didik untuk melaksanakan ibadah.
|
2
|
Jujur
|
Perilaku
yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai
orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan |
a.
Menyediakan
fasilitas tempat temuan barang hilang.
b.
Tranparansi
laporan keuangan dan penilaian sekolah secara berkala.
c.
Menyediakan
kantin kejujuran.
d.
Menyediakan
kotak saran dan pengaduan.
e.
Larangan
membawa fasilitas komunikasi pada saat ulangan atau ujian.
|
a.
Menyediakan
fasilitas tempat temuan barang hilang.
b.
Tempat
pengumuman barang temuan atau hilang.
c.
Tranparansi
laporan keuangan dan penilaian kelas secara berkala.
d.
Larangan
menyontek.
e.
….
|
3
|
Toleransi
|
Sikap dan
tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku,
etnis,pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya. |
a.
Menghargai
dan memberikan perlakuan yang sama terhadap seluruh warga sekolah tanpa
membedakan suku, agama, ras, golongan, status sosial, status ekonomi, dan
kemampuan khas.
b.
Memberikan
perlakuan yang sama terhadap stakeholder tanpa membedakan suku, agama, ras,
golongan, status sosial, dan status ekonomi..
|
a.
Memberikan
pelayanan yang sama terhadap seluruh warga kelas tanpa membedakan suku,
agama, ras, golongan, status sosial, dan status ekonomi.
b.
Memberikan
pelayanan terhadap anak berkebutuhan khusus.
c.
Bekerja
dalam kelompok yang berbeda.
|
4
|
Disiplin
|
Tindakan
yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada pelbagai ketentuan dan
peraturan
|
a.
Memiliki
catatan kehadiran.
b.
Memberikan
penghargaan kepada warga sekolah yang disiplin.
c.
Memiliki
tata tertib sekolah.
d.
Membiasakan
warga sekolah untuk berdisiplin.
e.
Menegakkan
aturan dengan memberikan sanksi secara adil bagi pelanggar tata tertib
sekolah.
f.
Menyediakan
peralatan praktik sesuai program studi keahlian (SMK).
|
a. Membiasakan hadir tepat waktu.
b. Membiasakan mematuhi aturan.
c. Menggunakan pakaian praktik sesuai dengan program
studi keahliannya (SMK).
d.
Penyimpanan dan pengeluaran alat dan bahan (sesuai program studi keahlian)
(SMK).
|
5
|
Kerja
Keras
|
Perilaku
yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi pelbagai hambatan
belajar, tugas dan menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.
|
a.
Menciptakan
suasana kompetisi yang sehat.
b.
Menciptakan
suasana sekolah yang menantang dan memacu untuk bekerja keras.
c.
Memiliki
pajangan tentang slogan atau motto tentang kerja.
|
a.
Menciptakan
suasana kompetisi yang sehat.
b.
Menciptakan
kondisi etos kerja, pantang menyerah, dan daya tahan belajar.
c.
Menciptakan
suasana belajar yang memacu daya tahan kerja.
d.
Memiliki
pajangan tentang slogan atau motto tentang giat bekerja dan belajar.
|
6
|
Kreatif
|
Berpikir
dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu
yang telah dimiliki.
|
Menciptakan
situasi yang menumbuhkan daya berpikir dan bertindak kreatif
|
a.
Menciptakan
situasi belajar yang bisa menumbuhkan daya pikir dan bertindak kreatif.
b.
Pemberian
tugas yang menantang munculnya karya-karya baru baik yang autentik maupun
modifikasi.
|
7
|
Mandiri
|
Sikap dan
prilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan
tugas-tugas.
|
Menciptakan
situasi sekolah yang membangun kemandirian peserta didik.
|
Menciptakan
suasana kelas yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bekerja
mandiri.
|
8
|
Demokratis
|
Cara
berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya
dan orang lain.
|
a.
Melibatkan
warga sekolah dalam setiap pengambilan keputusan.
b.
Menciptakan
suasana sekolah yang menerima perbedaan.
c.
Pemilihan
kepengurusan OSIS secara terbuka.
|
a.
Mengambil
keputusan kelas secara bersama melalui musyawarah dan mufakat.
b.
Pemilihan
kepengurusan kelas secara terbuka.
c.
Seluruh
produk kebijakan melalui musyawarah dan mufakat.
d.
Mengimplementasikan
model-model pembelajaran yang dialogis dan interaktif.
|
9
|
Rasa Ingin
Tahu
|
Sikap dan
tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari
sesuatu yang dipelajari, dilihat, dan didengar.
|
a.
Menyediakan
media komunikasi atau informasi (media cetak atau media
elektronik) untuk berekspresi bagi warga sekolah.
b.
Memfasilitasi
warga sekolah untuk bereksplorasi dalam pendidikan, ilmu pengetahuan,
teknologi, dan budaya.
|
a.
Menciptakan
suasana kelas yang mengundang rasa ingin tahu.
b.
Eksplorasi
lingkungan secara terprogram.
c.
Tersedia
media komunikasi atau informasi (media cetak atau media elektronik).
|
10
|
Semangat
Kebangsaan
|
Cara
berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan
negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
|
a.
Melakukan
upacara rutin sekolah.
b.
Melakukan
upacara hari-hari besar nasional.
c.
Menyelenggarakan
peringatan hari kepahlawanan nasional.
d.
Memiliki
program melakukan kunjungan ke tempat bersejarah.
e.
Mengikuti lomba
pada hari besar nasional.
|
a.
Bekerja
sama dengan teman sekelas yang berbeda suku, etnis, status sosial-ekonomi.
b.
Mendiskusikan
hari-hari besar nasional.
|
11
|
Cinta
Tanah Air
|
Cara
berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan
yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan
politik bangsa.
|
a.
Menggunakan
produk buatan dalam negeri.
b.
Menyediakan
informasi (dari sumber cetak, elektronik) tentang kekayaan alam dan budaya
Indonesia.
c.
Menggunakan
bahasa Indonesia yang baik dan benar.
|
a.
Memajangkan
foto presiden dan wakil presiden, bendera negara, lambang negara, peta
Indonesia, gambar kehidupan masyarakat Indonesia.
b.
Menggunakan
produk buatan dalam negeri.
|
12
|
Menghargai
Prestasi
|
Sikap dan
tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi
masyarakat, mengakui, dan menghormati keberhasilan orang lain.
|
a.
Memberikan
penghargaan atas hasil prestasi kepada warga sekolah.
b.
Memajang
tanda-tanda penghargaan prestasi.
|
a.
Memberikan
penghargaan atas hasil karya peserta didik.
b.
Memajang
tanda-tanda penghargaan prestasi.
c.
Menciptakan
suasana pembelajaran untuk memotivasi peserta didik berprestasi.
|
13
|
Bersahabat/Komunikatif
|
Tindakan
yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan
orang lain.
|
a.
Suasana
sekolah yang memudahkan terjadinya interaksi antarwarga sekolah.
b.
Berkomunikasi
dengan bahasa yang santun.
c.
Saling
menghargai dan menjaga kehormatan.
d.
Pergaulan
dengan cinta kasih dan rela berkorban.
|
a.
Pengaturan
kelas yang memudahkan terjadinya interaksi peserta didik.
b.
Pembelajaran
yang komunikatif multiarah.
c.
Guru
mendengarkan keluhan-keluhan peserta didik.
d.
Dalam
berkomunikasi, guru tidak menjaga jarak dengan peserta didik.
|
14
|
Cinta
Damai
|
Sikap,
perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman
atas kehadiran dirinya
|
a.
Menciptakan
suasana sekolah dan bekerja yang nyaman, tenteram, dan harmonis.
b.
Membiasakan
perilaku warga sekolah yang anti kekerasan.
c.
Membiasakan
perilaku warga sekolah yang tidak bias gender.
d.
Perilaku
seluruh warga sekolah yang penuh kasih sayang.
|
a.
Menciptakan
suasana kelas yang damai.
b.
Membiasakan
perilaku warga sekolah yang anti kekerasan.
c.
Pembelajaran
yang tidak bias gender.
d.
Kekerabatan
di kelas yang penuh kasih sayang.
|
15
|
Gemar
Membaca
|
Kebiasaan
menyediakan waktu untuk membaca pelbagai bacaan yang memberikan kebajikan
bagi dirinya.
|
a.
Program
wajib baca.
b.
Frekuensi
kunjungan perpustakaan.
c.
Menyediakan
fasilitas dan suasana menyenangkan untuk membaca.
|
a.
Daftar
buku atau tulisan yang dibaca peserta didik.
b.
Frekuensi
kunjungan perpustakaan.
c.
Saling
tukar bacaan.
d.
Pembelajaran
yang memotivasi anak menggunakan referensi.
|
16
|
Peduli
Lingkungan
|
Sikap dan
tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di
sekitarnya dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam
yang sudah terjadi.
|
a.
Pembiasaan
memelihara kebersihan dan kelestarian lingkungan sekolah.
b.
Tersedia
tempat pembuangan sampah dan tempat cuci tangan.
c.
Menyediakan
kamar mandi dan air bersih.
d.
Pembiasaan
hemat energi.
e.
Membuat
biopori di area sekolah.
f.
Membangun
saluran pembuangan air limbah dengan baik.
g.
Melakukan
pembiasaan memisahkan jenis sampah organik dan anorganik.
h.
Penugasan
pembuatan kompos dari sampah organik.
i.
Penanganan
limbah hasil praktik (SMK).
j.
Menyediakan
peralatan kebersihan.
k.
Membuat
tandon penyimpanan air.
l.
Memprogramkan
cinta bersih lingkungan.
|
a.
Memelihara
lingkungan kelas.
b.
Tersedia
tempat pembuangan sampah di dalam kelas.
c.
Pembiasaan
hemat energi.
d.
Memasang
stiker perintah mematikan lampu dan menutup kran air pada setiap ruangan
apabila selesai digunakan (SMK).
|
17
|
Peduli
Sosial
|
Sikap dan
tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat
yang membutuhkan.
|
a.
Memfasilitasi
kegiatan bersifat sosial.
b.
Melakukan
aksi sosial.
c.
Menyediakan
fasilitas untuk menyumbang.
|
a.
Berempati
kepada sesama teman kelas.
b.
Melakukan
aksi sosial.
c.
Membangun
kerukunan warga kelas.
|
18
|
Tanggung
jawab
|
Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan
tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri,
masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha
Esa.
|
a.
Membuat
laporan setiap kegiatan yang dilakukan dalam bentuk lisan maupun tertulis.
b.
Melakukan
tugas tanpa disuruh.
c.
Menunjukkan
prakarsa untuk mengatasi masalah dalam lingkup terdekat.
d.
Menghindarkan
kecurangan dalam pelaksanaan tugas.
|
a.
Pelaksanaan
tugas piket secara teratur.
b.
Peran
serta aktif dalam kegiatan sekolah.
c.
Mengajukan
usul pemecahan masalah.
|
SIMPULAN
Pembelajaran
karakter merupakan hal yang perlu dalam kehidupan manusia demi terbentuknya
kulaitas manusia yang berguna dan sesuai dengan harapan yang dikehendaki oleh
agama, masyarakat dan negara. Pembelajaran karakter di Indonesia telah mendapat
perhatian khusus dari pemerintah dengan menerapkannya pada mata pelajaran yang diterima
murid dan dengan mengampanyekannya kepada tiap sekolah untuk memberikan
pendidikan karakter, khususnya pendidikan karakter bangsa.
Pembelajaran
karakter yang dilakukan dengan cara pembiasaan karakter akan memberi kesempatan
kepada para pembelajar tidak hanya bagaimana memahami karakter secara teoritis
tetapi juga bagaimana secara praktek pembelajar dapat meniru dan mencontoh
karakter yang baik dan benar sehingga dapat menerapkannya sesuai dengan
kepribadian masing-masing pembelajar.
Dalam
tatanan sekolah, murid adalah target pembelajaran karakter dan dengan model
pembiasaan, maka murid diharapkan melakukan pembiasaan karakter yang baik dan
benar. Pembiasaan karakter pada murid sangat tergantung pada faktor-faktor yang
ada pada sekolah dan terutama pada guru sebagai faktor yang berhubungan secara
langsung dalam proses belajar mengajar dengan murid.
Pada
akhirnya, pembentukan karakter, khususnya karakter bangsa, akan tumbuh,
berkembang dan menyatu dalam kehidupan tiap murid ketika pihak sekolah, rumah
dan masyarakat bekerjasama dalam menentukan dan membiasakan standar moral yang
mengarah pada pembentukan karakter yang baik dan benar.
DAFTAR
RUJUKAN
Brewer, John
M., and Glidden, Charles H.: Newspaper Stories for Group Guidance (New York:
Inor Publishing Co., 1935).
Buku Induk
Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa 2010-2025, dalam Puskurbuk,
Januari 2011.
Cabot, E.
L., and Eyles, E.: Stories for Character Training (Harrap, 1919).
Hartshorne,
Hugh: Character in Human Relations (Charles Scribner’s Sons, 1935).
Heaton,
Kenneth L.: The Character Emphasis in Education (University of Chicago Press,
1933).
Jones,
Vernon: What Would You Have Done? and Teachers’ Manual (Ginn, 1931).
Kementerian
Pendidikan Nasional Badan Penelitian Dan Pengembangan Pusat Kurikulum. 2010. Pengembangan
pendidikan budaya dan karakter bangsa. Bahan Pelatihan Penguatan Metodologi
Pembelajaran Berdasarkan Nilai-Nilai Budaya Untuk Membentuk Daya Saing dan
Karakter Bangsa. Jakarta.
McKown, Harry C.: Character
Education (McGraw – Hill Book Co., 1935).
National
Education Association, Department of Superintendence, Tenth Yearbook: Character
Education, 1932.
National
Education Association, Department of Classroom Teachers, Seventh Yearbook: The
Classroom Teacher and Character Education, 1932.
National
Education Association, Research Bulletin: Education for Character, Part I., The
Social and Psychological Background, Vol. XII., No. 2, March, 1934; Part II.,
Improving the School Program, Vol. XII., No. 3, May, 1934.
Panduan
Pelaksanaan Pendidikan Karakter Bangsa: Puskurbuk, Januari 2011.
Powers,
Francis F.: Character Training (A. S. Barnes, 1932).
Raka, Gede
(2006).Guru Tranformasional Dalam Pembangunan Karakter dan Pembangunan
Bangsa, Makalah, Orasi Dosen Berpretasi Tingkat Poltekes dan Tingkat
Nasional, Jakarta: 10 Nopember 2006.
-----------
(2006), Pendidikan Untuk Kehidupan Bermakna. Makalah, Orasi Ilmiah pada
Hari Wisuda Universitas Kristen Maranatha Bandung, 25 Maret 2006
---------
(2007), Pendidikan Membangun Karakter, Makalah, Orasi Perguruan Taman
Siswa, Bandung 10 Februari 2007
Republik
Indonesia (2003) Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan
Nasional, Jakarta: Depdiknas
Winataputra,
Udin. S. (2010). Implementasi Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa
Melalui Pendidikan Karakter.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar