Senin, 14 Juni 2010

ISO 9001:2000 pada Lembaga Pendidikan Dilihat dari Aspek Audit Mutu Internal

AUDIT MUTU INTERNAL
Suatu perubahan besar terjadi di lingkungan pasar yang menuntut adanya kecenderungan pertumbuhan,  penggunaan  teknologi,   penggabungan  sistem administrasi dan pengendalian. Mekanisme ini membutuhkan standarisasi yang diakui secara luas dan akurat serta mempunyai keunggulan daya saing. Tuntutan terhadap adanya suatu jaminan mutu yang diberikan pemasok terhadap pelanggan, telah melahirkan suatu standar yang lebih berorientasi pada sistem dan proses, yaitu apa yang kita kenal dengan standar sistem manajemen mutu. Untuk itu perusahaan perlu menuju pada tatanan standar mutu dan pengendalian mutu yang dikenal dengan ISO 9001:2000.
Implementasi ISO 9001:2000 untuk sementara ini dianggap sebagai suatu jaminan kualitas bagi suatu lembaga. Semua fungsi berdampak terhadap mutu dikendalikan secara sistematik dengan pengendalian yang dirancang dan distandarisasikan, sehingga jika diterapkan dengan benar maka keputusan mutu yang merupakan faktor yang signifikan untuk memberikan kepuasan pada pelanggan dapat dicapai. Pada awalnya, standar ini hanya dianggap sebagai tuntutan   pasar   (market   driven),   namun   dalam   perkembangannya,  ternyata memberikan  banyak  sekali  nilai  tambah  bagi  perusahaan  yang menerapkannya.[1] Standar  Sistem  Manajemen  Mutu  ISO  9001:2000  mempunyai pengaruh  baik untuk jangka pendek ataupun jangka panjang dan mempunyai penerapan taktis ataupun strategis, seperti peningkatan produktivitas, peningkatan efisiensi, penurunan biaya, dan peningkatan kepuasan pelanggan.
Sertifikat    ISO   yang    telah    diperoleh    tidaklah   berlaku    selamanya. Perusahaan dituntut kerja keras dalam menerapkan klausul-klausul standar yang akan diaudit oleh pemberi sertifikat selama tiga tahun, yaitu masa berlakunya sertifikat ISO 9001:2000  tersebut.[2]  Apabila  auditor   (assesor)  menemui penyimpangan-penyimpangan dari persyaratan standar sistem manajemen mutu yang ada, maka sertifikat akan dicabut. Sekalipun kebijakan mutu dan prosedur disiapkan dengan baik. Tidak ada jaminan bahwa semua itu akan dipatuhi. Audit merupakan cara bagi organisasi untuk melakukan verifikasi bahwa prosedur telah dilaksanakan.  Pemeriksaan  teratur  (audit)  dibuat  secara  sistematis  dan  khusus untuk mengenali apakah prosedur ditaati. Salah satu kegiatan penting untuk melaksanakan pemeriksaan adalah Audit Mutu Internal (AMI).
Audit Mutu Internal merupakan salah satu dari 26 klausul yang ada pada ISO 9001:2000.[3] Dengan dilaksanakannya Audit Mutu Internal akan dapat diperoleh temuan-temuan ketidaksesuaian atau ketidakpatuhan yang terjadi antara prosedur dan instruksi kerja dengan kenyataan yang ada di lapangan, untuk kemudian diidentifikasi langkah perbaikan tindakan  koreksinya.
Dalam persyaratan sistem manajemen seperti ISO-9001 dan 14001 disebutkan bahwa tujuan audit internal adalah untuk memeriksa kesesuaian sistem dengan standar tersebut dan memerkisa apakah sistem diterapkan dengan efektif dan dipelihara. Definisi audit sendiri adalah 'mencari bukti-bukti audit dan mengevaluasinya untuk menentukan sejauh mana kriteria-kriteria audit dipenuhi'. Dari tujuan dan definisi, 'kesesuaian' memang menjadi isu penting. Tidak salah kalau kebanyakan auditor terlalu fokus hanya pada kesesuaian. Tetapi fokus pada kesesuaian saja, ditambah dengan pemrograman yang kurang baik selalu akan melahirkan keluhan-keluhan tentang rutinitas yang berlebihan dari manfaat yang bisa diambil. Untuk aktifitas yang menyita banyak waktu seperti audit internal, sangat wajar pihak manajemen meminta kompensasi yang lebih, misalnya agar audit internal memberi dampak yang positif terhadap kinerja yang manfaatnya terasa bagi organisasi.

A.       DASAR-DASAR AUDIT MUTU
1.      Pengertian Audit Mutu
Pengertian audit mutu dapat dijumpai dalam Panduan Audit Sistem Manajemen Mutu SNI 19-19011-2002. Dalam panduan tersebut, audit mutu didefinisikan sebagai proses sistematik, independen dan terdokumentasi untuk memperoleh bukti audit dan mengevaluasinya secara objektif untuk menentukan sampai sejauhmana kriteria audit dipenuhi.[4]  Audit Sistem Mutu biasanya dilakukan untuk menentukan tingkat kesesuaian aktivitas organisasi terhadap standar Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2000 yang telah ditentukan serta efektivitas dari penerapan sistem tersebut.
2.    Tujuan Audit Mutu
Dari pengertian audit mutu yang diuraiakan di atas, bahwa tujuan audit mutu adalah untuk mendapatkan data dan informasi faktual dan signifikan sebagai dasar pengambilan keputusan, pengendalian manajemen, perbaikan dan/atau perubahan. Temuan hasil audit selanjutnya dianalisis, dinilai kecukupan dan kesesuaiannya terhadap standar ISO 9001:2000. Hasil temuan auditor tersebut akan digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan, pengendalian manajemen, perbaikan dan/atau perubahan. Secara rinci tujuan umum dari audit mutu yaitu:[5]
a.    Untuk memperoleh prioritas permasalahan yang tengah dihadapi organisasi 
b.    Untuk merencanakan pengembangan usaha Untuk memenuhi persyaratan suatu sistem manajemen yang digunakan sebagai acuan 
c.    Untuk memenuhi persyaratan regulasi ataupun persyaratan kontrak dengan (misalnya) pelanggan 
d.    Untuk mengevaluasi terhadap pemasok 
e.    Untuk menemukan adanya potensi resiko kegiatan organisasi
Sedangkan tujuan audit mutu secara khusus adalah  untuk memberikan umpan balik tentang kinerja organisasi yang diuraikan sebagai berikut:[6]
  1. Mengarahkan pencapaian sasaran Memberikan sense of urgency 
  2. Menemukan peluang perbaikan 
  3. Memastikan apakah sistem diterapkan secara efektif  
  4. Mendeteksi penyimpangan-penyimpangan terthadap kebijakan mutu sedini mungkin.
Dalam prespektif ISO 9001:2000, audit mutu internal bertujuan untuk “memastikan  kegiatan sistem manajemen mutu” yang  telah  dijalankan sesuai dengan persyaratan standar secara efektif untuk mencapai maksud dan tujuan yang telah direncanakan atau yang telah dijadikan komitmen dan kebijakan, serta tertuang dalam sasaran mutu perusahaan. Hasil audit mutu internal diharapkan dapat membantu  menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh perusahaan serta dalam rangka meningkatkan kinerja perusahaan secara umum.
Standar ISO 9001:2000 (pasal 8.2.2) mensyaratkan audit mutu internal sbb:[7]
Perusahaan hasrus memastikan audit internal dilakukan secara berkala sesuai dengan interval waktu yang telah direncakan untuk memeriksa dan memastikan apakah system manajemen mutu telah: (1) Sesuai dengan pengaturan-pengaturan yang telah direncanakan dan persyarataan standar internasional maupun terhadap persyaratan sistem  manajemen mutu yang telah dibangun oleh perusahaan. (2) Dilaksanakan secara efektif dan terus dipelihara dan dipertahankan.

Program audit harus direncanakan dengan mempertimbangkan faktor-faktor  antara lain mengenai status dan tingkat kepentingan bagi yang akan diaudit, termasuk memperhatikan hasil audit yang terdahulu.  Kriteria audit, lingkup, frekwensi dan metode-metode yang akan digunakan dipastikan ditentukan. Seleksi terhadap auditor dan pelaksanaan audit harus dipastikan dilakukan secara obyektif dan mengikuti ketentuan proses audit.
Audit harus dilakukan secara independen artinya auditor tidak memeriksa pekerjaan mereka sendiri. Tanggung jawab dan persyaratan untuk merencanakan dan melaksanakan audit, pembuatan laporan hasil audit dan pengelolaan catatan-catatan hasil audit harus tertuang dalam prosedur terdokumentasi.
Pimpinan yang bertanggung jawab terhadap unit yang diperiksa harus memastikan tindakan koreksi diambil sesegera mungkin untuk mengeliminasi ketidaksesuaian dan penyebab-penyebab yang telah dilakukan. Tindak lanjut audit harus mencakup verifikasi terhadap tindakan-tindakan yang telah diambil dan melaporkan hasil verifikasi yang telah dilakukan.
Berdasarkan standar ISO 19011:2002 tujuan audit wajib ditetapkan sebagai acuan dalam mengarahkan, merencanakan dan melaksanakan audit.
Tujuan “Audit Internal” secara spesifik dapat berdasarkan antara lain:[8]
·         Prioritas permasalahan yang tengah dihadapi perusahaan.
·         Rencana pengembangan usaha.
·         Persyaratan suatu system manajemen yang digunakan sebagai acuan.
·         Persyaratan regulasi ataupun persyaratan kontrak dengan (misalnya) pelanggan.
·         Evaluasi terhadap pemasok
·         Adanya potensi resiko kegiatan perusahaan.
3.   Prinsip-Prinsip Audit Mutu
Audit mutu didasarkan pada sejumlah prinsip. Ketaatan dan kepatuhan terhadap prinsip tersebut merupakan prasyarat untuk memberikan kesimpulan audit yang sesuai dan cukup serta memungkinkan auditor bekerja secara independen untuk mencapai kesamaan kesimpulan pada situasi serupa.  Prinsip Audit Mutu, secara garis besar terdiri dari dua prinsip yaitu prinsip-prinsip yang terkait dengan auditor dan prinsip-prinsip yang terkait dengan kegiatan audit.[9]
a.  Prinsip-prinsip yang terkait dengan auditor, yaitu:
1)   Kode etik sebagai dasar profesionalisme  
       Kode Etik merupakan dasar profesionalisme auditor dalam pelaksaan audit. Profesionalisme dari seorang auditor tercermin pada sikap dapat dipercaya, memiliki integritas, dapat menjaga kerahasiaan dan berpendirian. Seorang auditor harus mampu menunjukkan sikap berpendirian, yaitu sikap mampu  memberikan penilaian yang proporsional dan kontekstual.
2)   Menyajikan hasil yang obyektif dan akurat
       Seorang auditor berkewajiban untuk melaporkan hasil temuan audit secara benar dan akurat. Temuan audit, kesimpulan audit dan laporan audit mencerminkan pelaksanaan kegiatan audit secara benar dan akurat. Hambatan signifikan yang ditemukan selama audit dan perbedaan pendapat yang tidak terselesaikan antara tim audit dan auditan harus dilaporkan.
3)   Profesional, memiliki kompetensi sebagai auditor.
b. Prinsip audit yang relevan dengan kegiatan audit, yaitu :
1)     Independen-auditor (mandiri dan tidak berpihak) tidak melakukan audit pada area yang bukan tanggungjawabnya.
2)     Bukti Obyektif sebagai dasar membuat kesimpulan audit, dapat diverifikasi dan sample audit yang diambil cukup mewakili
3)     Terencana, audit harus terencana secara sistematik sesuai dengan kebutuhan dan tujuan organisasi.

4.   Alasan Melakukan Audit Mutu
Dalam Sistem Manajemen Mutu (SMM) ada beberapa alasan melakukan audit berkesinambungan yaitu untuk melihat efektivitas system berdasar sampling dan lokasi/bagian, walaupun alasan yang pokok memberi jaminan dan mencegah timbulnya masalah-masalah dan meningkatkan efektivitas SMM alasan melakukan Audit antara lain:[10]
a.    Mengembangkan sistem pada organisasi. 
b.    Meyakinkan organisasi akan efektivitas dan kesesuaian akan system itu sendiri.
c.    Meyakinkan organisasi dalam memilih pemasok baru, bahwa SMM pemasok sesuai dengan apa yang diinginkan organisasi. 
d.    Meyakinkan organisasi bahwa pemasok yang ada masih memenuhi persyaratan yang ditetapkan organisasi. 
e.    Memenuhi kesesuaian standar/undang-undang, bahwa organisasi harus terus menerus mengimplementasikan dan memelihara SMM secara konsisten.
5.   Manfaat Audit Mutu
Hasil audit dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Salah satu manfaat audit yang paling sentral adalah sebagai dasar untuk mengambil keputusan, melakukan perbaikan, meningkatkan efisiensi dan efektivitas fungsi organisasi. Dengan informasi hasil penilaian auditor dan rekomendasi yang disampaikan, akan memungkinkan pimpinan unit operasi melakukan tindakan perbaikan untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas  maupun produktivitas usaha secara lebih terarah.
Proses audit merupakan media pembelajaran dan pertumbuhan yang tidak ternilai harganya bagi para pelaku audit itu sendiri. Karena melalui proses audit, tejadi proses pemahaman secara mendalam tentang seluk beluk operasi organisasi serta permasalahannya yang dihadapinya, baik permasalahan skala organisasi maupun permasalahan spesifik yang ada pada setiap fungsi dalam organisasi. Dengan demikian seorang auditor secara disadari atau tidak telah mempelajari proses manajemen organisasi secara komprehensif dan manajemen fungsional secara intensif.

B.   PROSES AUDIT MUTU

DIAGRAM ALIR PROSES AUDIT MUTU[11]


 
Proses Audit Mutu dapat dilakukan setidaknya dalam tiga tahap yaitu, perencanaan audit, pelaksanaan audit dan evaluasi pelaksanaan audit mutu internal.
1.  Perencanaan Audit
a.    Management Representative (MR) membuat program audit tahunan yang tertuang dalam Program Audit Mutu Internal dan disetujui oleh Direktur.
b.    Pelaksanaan Audit Mutu Internal diluar Program Audit Mutu Internal yang telah dijadwalkan harus mendapat persetujuan dari Direktur.

2. Persiapan Audit Mutu Internal
a.    Berdasarkan Program Audit Mutu Internal atau kepentingan lain yang menyebabkan perlu dilaksanakannya Audit Mutu Internal, maka Direktur menindaklanjuti dengan membuat Surat Perintah untuk melaksanakan Audit Mutu Internal, sebagai dasar penugasan Tim Audit dalam melaksanakan Audit Mutu Internal.
b.    Kepala Auditor membuat Jadual Audit Mutu Internal sesuai dengan lingkup Audit Mutu Internal yang akan dilakukan, yang telah disetujui oleh Direktur, untuk selanjutnya didistribusikan kepada masing-masing Auditor serta Auditan.
c.    Untuk memudahkan Auditor dalam melaksanakan audit, mendokumen-tasikan dan melaporkan hasil audit, auditor perlu dilengkapi dengan dokumen kerja yang meliputi :
1) Audit Checklist (bila diperlukan)
Audit Checklist dipersiapkan dengan mengacu pada pada hal-hal berikut :
a)    Dokumen Sistem Mutu.
b)    Ketidaksesuaian yang cenderung ada atau sering ditemui
c)    Hasil Audit sebelumnya.
2) Laporan Audit Mutu Internal
d.    MR mengundang Direktur dan bagian yang terkait untuk menghadiri Rapat Pembukaan Audit Mutu Internal.
3.  Pelaksanaan Audit Mutu Internal
a.  Rapat Pembukaan Audit Mutu Internal
1)    MR memperkenalkan Tim Audit yang akan melaksanakan audit.
2)    MR menjelaskan ruang lingkup, tujuan, dan rencana audit.
3)    Kepala Auditor menjelaskan metode yang digunakan sebagai dasar penilaian dalam pelaksanaan audit..
4)    Mengkonfirmasikan bahwa sumber daya dan fasilitas yang dibutuhkan oleh tim audit telah tersedia.
5)    Mengkonfirmasikan waktu dan tanggal pertemuan penutup.
6)    Dan menjelaskan setiap rincian audit yang tidak jelas.
b.  Kegiatan Audit Mutu Internal
1)    Dalam melaksanakan Audit Mutu Internal, Audit Checklist dapat digunakan sebagai alat bantu untuk mengakomodasi pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan pada Auditee.
2)    Apabila didalam pelaksanaan Audit Mutu Internal ditemukan bukti obyektif (objective evidence) terjadinya ketidaksesuaian, maka ketidaksesuaian tersebut dikonfirmasikan pada auditee untuk kemudian dituangkan dalam form Laporan Audit Mutu Internal.
3)    Auditor menguraikan ketidaksesuaian tersebut pada bagian Uraian Ketidaksesuaian dalam Laporan Audit Mutu Internal dan mendapatkan kesepakatan dengan auditee mengenai tanggal penyelesaian tindakan koreksi.
4)    Kepala Auditor memimpin rapat hasil Audit yang dihadiri oleh semua Auditor, dan mengumpulkan Laporan Audit Mutu Internal.
5)    Kepala Auditor membuat Log Status Audit untuk mengontrol kegiatan yang berhubungan dengan hasil Audit Mutu Internal.
6)    Kepala Auditor mengundang Direktur Sekretariat Layanan e-Procuremen, MR, Kepala bagian, dan bagian yang terkait untuk menghadiri Rapat Penutupan Audit Mutu Internal.
c.  Pelaksanaan Rapat Penutupan Audit Mutu Internal.
1)    MR dan Tim Audit mengadakan pertemuan penutupan audit.
2)    Kepala Auditor menjelaskan ketidaksesuai-ketidaksesuaian yang ditemui selama pelaksanaan audit. dan meminta kesepakatan dengan auditee untuk menentukan target penyelesaian tindakan koreksi yang disepakati dengan auditee.
3)    Menyerahkan Laporan Audit Mutu Internal yang telah dilengkapi (yang memuat uraian ketidaksesuaian yang terjadi dan kesepakatan tanggal penyelesaian tindakan koreksi pada fungsi terkait).
4)    Kepala Auditor mempresentasikan kesimpulan tim audit dan menginformasikan pada bagian terkait perihal target waktu distribusi Laporan Audit Mutu Internal
4.    Tindak Lanjut Audit Mutu Internal
a.    MR menginformasikan kepada Auditor untuk melakukan tindak lanjut Audit Mutu Internal.
b.    Setelah tindakan koreksi selesai dilakukan, bagian terkait dan Auditor menanda tangani Laporan Audit Mutu Internal sebagai bukti bahwa tindakan koreksi untuk menghilangkan penyebab ketidaksesuaian, telah selesai dilaksanakan dengan baik.
c.    Bila penyelesaian tindakan koreksi belum dilaksanakan hingga melewati target rencana penyelesaian tindakan koreksi tersebut, maka MR segera menginformasikan kepada bagian terkait.
d.    MR melakukan verifikasi paling cepat 5 (lima) hari kerja, setelah tindakan koreksi tersebut selesai dilaksanakan untuk menilai efektifitas tindakan koreksi yang telah dilakukan.
e.    Realisasi penyelesaian tindakan koreksi pada Audit Internal, verifikasi dan hal-hal lainnya dipantau melalui Log Status Audit.
f.     Laporan Audit Mutu Internal dan Log Status Audit setelah selesai diisi dengan lengkap, disimpan dan dipelihara di bagian administrasi sebagai ISO sekretariat.
g.    Status Hasil Audit Mutu Internal akan di bahas dalam Rapat Tinjauan Manajemen yang dilaksanakan sesuai dengan Prosedur Rapat Tinjauan Manajemen.

C.   TINDAKAN KOREKSI
Tindakan korektif adalah tindakan yang dilakukan untuk memperbaiki atau menghilangkan penyebab ketidaksesuaian/penyimpangan atau situasi lain yang tak diharapkan, sehingga tidak terulang kembali. Hal ini dilakukan setelah dilaksanakan audit mutu internal.[12]
1.    Tujuan Tindakan Koreksi
Prosedur ini menjelaskan penerapan sistem mutu yang berkaitan dengan tindakan koreksi yang dilakukan secara terencana dan terkendali. Tindakan koreksi dilakukan seperlunya dan seefektif mungkin dalam memperbaiki dan upaya meneliti sebab timbulnya masalah ketidaksesuaian.
2.    Uraian/Rincian Prosedur Tindakan Koreksi
a. Penelitian tingkat ketidaksesuaian yang terjadi pada pengelolaan perencanan sistem, perusahaan dan sistem :
1)    Semua tindakan koreksi dilakukan pada kasus yang terjadi yang berkaitan dengan sistem mutu.
2)    Setiap masalah yang terjadi pada saat proses atau penyimpangan, maka akan diteliti penyebab ketidaksesuaiannya dan ditidaklanjuti.
3)    Jika diperlukan tindakan koreksi, maka akan diawali oleh Sub Bidang terkait untuk melakukan tindakan koreksi sesuai dengan kasus yang ada.
4)    Ketidaksesuaian yang terjadi diteliti atau diperiksa pada masingmasing Sub Bidang yang bertanggung jawab atau terlibat untuk menentukan tingkat ketidaksesuaiannya. Penyebab terjadinya ketidaksesuaian tersebut selanjutnya dibahas untuk menetapkan cara perbaikannya yang dilaksanakan oleh pemasok data dan akan dikomunikasikan untuk ditindaklanjuti secepatnya.
5)    Sebagai tindakan pencegahan untuk waktu yang akan datang, maka akan dilakukan penyelidikan atau penelitian terhadap penyebab terjadinya keatidaksesuaian tersebut.
6)    Pengoperasian Sistem yang tidak sesuai dengan ketentuan, diteliti oleh manajer terkait yang bertanggungjawab untuk menentukan penyebabnya dan dibuat catatan supaya hal serupa tidak terulang lagi.
7)     Bila diperlukan tindakan koreksi akan diikuti perubahan pada prosedur mutu, instruksi kerja dan standar proses.
8)     Hasil dari penelitian ini akan berupa keputusan :
a)     Perubahan atau perbaikan software, parameter proses, material dan alat kerja.
b)     Pembinaan sumberdaya manusia.
c)     Perbaikan prosedur kerja.
d)     Perbaikan hal-hal lain yang dapat mempengaruhi terjadinya transaksi yang tidak sesuai.
b.   Pelaksanaan Tindakan Koreksi
1)    Tindakan Koreksi dilakukan atas dasar laporan atau temuan terhadap proses atau sistem yang menyebabkan terjadinya ketidaksesuaian pengelolaan pengelolaan perencanan sistem, perusahaan dan sistem.
2)    Personil yang menemukan atau menerima laporan ketidaksesuaian harus menjamin tindakan pemisahan, penandaan dan pelaporannya.
3)    Pengambilan langkah-langkah perbaikan dan penyelesaiannya, dilakukan setelah ditinjau oleh Deputi Manajer terkait sesuai dengan jenis dan tingkat ketidaksesuaiannya.
c. Tindakan Koreksi Terhadap Keluhan Pelanggan
1)    Deputi Manajer Terkait atau karyawan menerima keluhan/pengaduan dari Pelanggan melalui telepon, surat, e-mail dan facsimile.
2)    Keluhan/pengaduan tersebut oleh Sub Bidang Terkait dituangkan dalam Formulir Permintaan/Catatan Perbaikan atau Pencegahan dan diserahkan kepada Deputi Manajer terkait dan Wakil Manajemen Mutu (WMM) untuk dianalisis, ditentukan rencana tindakan koreksi/ pencegahan serta ditentukan target penyelesaiannya bersama bagian terkait dengan keluhan/pengaduan Pelanggan tersebut.
3)    Formulir Permintaan/Catatan Perbaikan atau Pencegahan diteruskan kepada Sub Bidang yang terkait untuk dilakukan tindakan koreksi/pecegahan sesuai rencana yang tertulis, bagian terkait tersebut juga harus mengisi Formulir Permintaan/Catatan Perbaikan atau Pencegahan tersebut mengenai hasil tindakan koreksi yang dilakukan, personil pelaksana dan tanggal penyelesaian realisasi.
4)    Deputi Manajer Terkait akan menghubungi Pelanggan untuk mendapat keputusan akhir dari keluhan/pengaduan Pelanggan yang dilakukan secara terus menerus.
5)    Setelah tindakan koreksi selesai, pengendali dokumen akan melakukan rekap terhadap keluhan/pengaduan Pelanggan dan tindakan koreksi dan pencegahan yang telah dilakukan pada form Rekapitulasi Keluhan/Pengaduan Pelanggan.
6)    Formulir Permintaan/Catatan Perbaikan atau Pencegahan mengenai
7)    Keluhan/Pengaduan Pelanggan diarsipkan di pengendali dokumen.
d. Tindakan koreksi terhadap temuan ketidaksesuaian saat Audit Mutu Internal :
1)    Bila ditemukan ketidaksesuaian pengelolaan transaksi pada saat pelaksanaan Audit Mutu Internal, maka Auditor akan menerbitkan Formulir Permintaan/Catatan Perbaikan atau Pencegahan.
2) Pada Formulir Permintaan/Catatan Perbaikan atau Pencegahan, Auditor akan menuliskan jenis ketidaksesuaian dan bukti-buktinya dan personil dari Bidang yang diaudit menuliskan Analisa penyebab dan rencana tindakan koreksi yang akan dilakukan, lalu menandatanganinya.
3)    Bidang terkait yang diaudit akan melakukan tindakan koreksi atas temuan ketidaksesuaian tersebut sebelum tanggal target yang ditetapkan.
3)    Berdasarkan progres penyelesaian masalah, auditor akan melakukan pemeriksaan ulang terhadap hasil tindakan koreksi yang dilakukan. Bila dinyatakan memenuhi syarat maka temuan ketidaksesuaian akan ditutup, tetapi bila dinyatakan belum memenuhi syarat maka auditor akan menerbitkan ulang Formulir Permintaan/Catatan Perbaikan atau Pencegahan.
4)    Formulir Permintaan/Catatan Perbaikan atau Pencegahan hasil audit mutu internal akan dirangkum dan diarsipkan oleh Koordinator Audit Mutu Internal dan selanjutnya akan dilaporkan pada saat Rapat Tinjauan Manajemen.
e.   Tindakan Koreksi Terhadap Hasil Keputusan Rapat Tinjauan Manajemen :
1)    Bila pada saat Rapat Tinjauan Manajemen diputuskan untuk melakukan tindakan koreksi atas dasar laporan dari masing-masing Sub Bidang, maka Wakil Manajemen Mutu akan menerbitkan Formulir Permintaan/Catatan Perbaikan atau Pencegahan untuk ditindak lanjuti oleh personil/bagian terkait yang ditunjuk.
2)    Deputi Manajer Terkait akan menindaklanjuti Formulir Permintaan/ Catatan Perbaikan atau Pencegahan yang diterbitkan dengan mengisi kolom analisa penyebab, rencana perbaikan, tindakan koreksi dan pencegahan yang dilakukan.
3)    Wakil Manajemen Mutu akan melakukan verifikasi terhadap tindakan koreksi yang telah dilakukan.
4)    Pengendali dokumen akan merangkum dan mengarsipkan Formulir Permintaan/Catatan Perbaikan atau Pencegahan mengenai hasil tindak lanjut Rapat Tinjauan Manajemen.
f.    Tindakan koreksi Terhadap Ketidaksesuaian Pengelolaan perencanan sistem, perusahaan dan sistem :
1)    Berdasarkan hasil analisis pengelolaan perencanan sistem, perusahaan dan sistem dan/atau analisis pemantauan terhadap proses, jika ditemukan ketidaksesuaian, maka Manajer akan membuat keputusan tindakan koreksi dengan menerbitkan Formulir Permintaan/Catatan Perbaikan atau Pencegahan.
2)    Jika penyebab ketidaksesuaian memerlukan penelitian lebih lanjut, maka Manajer akan membentuk team peneliti sampai penyebab ketidaksesuaian ini bisa diketahui. Team ini terdiri dari semua Sub Bidang, Tim Pengawas dan pelaksana dari Sub Bidang yang terkait.
3)    Berdasarkan Formulir Permintaan/Catatan Perbaikan atau Pencegahan yang diterbitkan, Deputi Manajer terkait dibantu oleh personil terkait yang ditunjuk akan melaksanakan tindakan koreksi untuk menanggulangi ketidaksesuaian yang terjadi dan melakukan pencatatan pada kolom tindakan.
4)    Setelah tindakan koreksi dilaksanakan, Formulir Permintaan/Catatan Perbaikan atau Pencegahan akan dikembalikan kepada Wakil Manajemen Mutu untuk pelaksanaan verifikasi.
f.    Konfirmasi dan persetujuan tindakan koreksi.Setiap tindakan koreksi dilakukan atas konfirmasi dan persetujuan dari Manajer atau Deputi Manajer terkait tergantung jenis ketidaksesuaiannya.
g.   Tindakan koreksi yang telah dilakukan akan ditinjau ulang mengenai hasil dan efektifitasnya dalam Rapat Tinjauan Manajemen.
h. Semua catatan mengenai tindakan koreksi akan disimpan/diarsipkan oleh Pengendali Dokumen atau personil yang pertama kali menerbitkan selama 5 tahun atau sesuai kepentingannya dan dikendalikan.
i.    Rangkuman/Rekap tindakan koreksi yang dilakukan, dilaporkan kepada Manajer pada saat Rapat Tinjauan Manajemen.

D.   KOMUNIKASI DALAM  AUDIT MUTU INTERNAL

1.    Pentingnya Komunikasi Sehat dalam Audit Mutu Internal
Komunikasi adalah bagian integral dalam audit. Mulai dari perencanaan penugasan, pelaksanaan pengujian, hingga pemantauan tindak lanjut, semuanya memerlukan keterampilan berkomunikasi untuk menghasilkan yang terbaik. Dengan menerapkan keterampilan berkomunikasi, pelaksanaan audit akan berjalan secara efektif dan efisien, (efektif dalam arti, audit dapat mencapai hasil-hasil yang diinginkan; efisien karena proses audit dapat dilaksanakan dengan lancar sehingga sumber daya audit benar-benar digunakan untuk mencapai tujuan audit), dalam hal:[13]
a.    Memperoleh data dan informasi yang diperlukan dalam pengujian audit
Audit dapat dipandang sebagai proses pengumpulan dan pengujian informasi untuk menghasilkan simpulan dan rekomendasi. Pemilik data dan informasi adalah auditan, jika perolehan data dan informasi tidak memadai, maka audit tidak akan mencapai hasil yang memuaskan.
b.    Mengendalikan dan mengoordinasikan kegiatan-kegiatan tim audit
     Audit dilaksanakan oleh tim yang terdiri dari individu-individu. Audit juga menjalankan aktivitas-aktivitas yang saling terkait. Komunikasi yang baik dalam tim akan membuat interaksi individu dan rangkaian aktivitas dalam audit dapat berjalan dengan baik. Masalah-masalah dapat diselesaikan bersama sehingga hambatan dalam proses audit dapat diminimalkan.
c.    Meningkatkan mutu audit
     Jika aktivitas-aktivitas dasar dalam audit, seperti pengumpulan informasi, pengujian, dan penyampaian hasil audit dapat berjalan dengan lancar, maka konsentrasi tim audit dapat diarahkan pada usaha peningkatan mutu audit. Misalnya, jika perolehan informasi menjadi mudah dan cepat, maka tim audit dapat berkonsentrasi untuk memilih proses analisis yang lebih tepat.
d.    Memperbaiki citra auditor internal
Selama ini, auditor telah dicitrakan secara keliru, sebagai sosok yang tidak ramah, sibuk sendiri, bahkan sering dianggap sewenang-wenang. Citra-citra tersebut menyulitkan auditor dalam menjalin kerjasama dengan auditan. Auditan yang mempunyai citra yang keliru tentang auditor akan cenderung untuk tertutup, tidak mau bekerjasama, menghindar, bahkan dapat mendorong mereka untuk menghambat pekerjaan auditor.
Dengan keterampilan komunikasi antar pribadi, citra ini dapat dikurangi, kemudian dibangun citra auditor yang lebih terbuka, siap bekerja sama, dan memosisikan auditan sebagai mitra dalam pelaksanaan auditnya. Komunikasi dapat didefinisikan sebagai transmisi informasi dan pemahaman melalui penggunaan simbol-simbol biasa atau umum. Proses komunikasi merupakan tahap-tahap antara komunikator dengan komunikan yang menghasilkan pentransferan dan pemahaman makna. Menurut Stephen P. Robbins proses komunikasi meliputi 7 (tujuh) bagian, yakni:[14]
§  Sumber komunikasi;
§  Pengkodean;
§  Pesan;
§  Saluran;
§  Pendekodean;
§  Penerima;
§  Umpan balik.
Ketujuh bagian dari suatu proses komunikasi dapat digambarkan sebagai berikut:[15]

Gambar 1.1
Proses Komunikasi
 


Sumber komunikasi atau komunikator mengawali proses komunikasi dengan pesan yang dikemas dengan pengkodean tertentu berupa simbol-simbol. Pesan adalah sesuatu yang dikomunikasikan. Semuanya itu disampaikan dengan kemasan kode tertentu. Pengemasan suatu pesan melalui proses encoding memberikan kontribusi yang berarti atas keberhasilan suatu komunikasi. Encoding adalah proses untuk memilih simbol-simbol yang digunakan untuk membentuk pesan. Simbol-simbol ini bisa berbentuk verbal dan non verbal.
Kemudian pesan tersebut disampaikan melalui berbagai saluran yang disebut media penyaluran pesan. Penyaluran pesan secara umum dapat dibagi menjadi saluran tatap muka dan melalui media. Saluran tatap muka terjadi saat komunikator dengan komunikan dapat bertemu langsung dan bertatap muka tanpa media perantara. Sedangkan contoh komunikasi melalui media adalah surat, dokumen, telepon, dan email.
Pertemuan jarak jauh menggunakan real-time video atau dikenal dengan teleconference, dapat digolongkan sebagai saluran melalui media. Sebelum pesan diterima, komunikan harus menerjemahkan simbol-simbol yang diterima ke dalam suatu ragam yang dapat dipahami oleh komunikan. Inilah yang disebut sebagai decoding pesan. Sebagaimana saat encoding, tahap decoding juga dipengaruhi oleh keterampilan, sikap, pengetahuan dan sistem sosial budaya.
Tahapan terakhir dari proses komunikasi adalah umpan balik. Tahap ini merupakan pengecekan atas keberhasilan pentransferan pesan dimaksud. Tahapan ini sangat penting dalam kegiatan organisasi termasuk kegiatan pelaksanaan audit. Peran monitoring dan reviu pelaksanaan audit oleh Ketua Tim atau Pengendali Teknis merupakan salah satu media umpan balik atas penugasan audit.
2.    Jenis Komunikasi
Komunikasi dapat diklasifikasikan menurut berbagai sudut pandang. Di sini kita akan klasifikasikan komunikasi dalam 3 sudut pandang saja, yaitu menurut cara komunikasi, pihak yang terlibat dalam komunikasi, dan kode yang digunakan. Klasifikasi komunikasi menurut caranya terdiri dari komunikasi lisan dan tulisan. Komunikasi lisan adalah komunikasi dimana komunikatornya yang menyampaikan pesan secara langsung oleh pihak komunikan tanpa media berupa tulisan atau teks. Termasuk dalam komunikasi lisan adalah komunikasi tatap muka, wawancara, komunikasi lewat telepon, presentasi dan teleconference. Sedangkan komunikasi tulisan adalah penyampaian pesan secara tertulis dari komunikator kepada komunikannya. Termasuk dalam komunikasi tulisan adalah surat-menyurat, dokumentasi kegiatan dalam bentuk tertulis, konfirmasi, sms, dan penyampaian laporan tertulis.
Komunikasi dapat diklasifikasikan menurut pihak yang terlibat dalam komunikasi, yaitu:[16]
a.    Komunikasi intrapersonal. Komunikasi ini melibatkan diri sendiri sebagai komunikator dan komunikannya. Contohnya, ketika berintrospeksi diri, maka akan terjadi dialog di dalam pikiran seseorang. Dialog ini adalah bentuk dari komunikasi intrapersonal.
b.    Komunikasi interpersonal. Komunikasi ini melibatkan lebih dari satu orang sebagai pihak komunikatornya dan komunikannya. Misalnya, ketika seorang anggota tim menyampaikan kesulitannya dalam melaksanakan pengujian kepada ketua tim, maka di sini terlihat bahwa ada 2 orang yang terlibat dalam komunikasi, 1 orang berperan sebagai komunikator, seorang lagi menjadi komunikan. Komunikasi kelompok termasuk dalam jenis komunikasi ini. Contoh komunikasi kelompok adalah rapat tim audit untuk menyepakati hasil audit atau presentasi hasil audit kepada para pimpinan auditan.
c.    Komunikasi Massa. Komunikasi ini melibatkan pihak komunikan dalam jumlah besar, kepada masyarakat umum atau biasa kita sebut publik. Contoh komunikasi ini adalah siaran radio, berita koran, acara TV, temu pers, dan sebagainya. Komunikasi juga dapat diklasifikasikan menurut kode yang digunakan, yaitu komunikasi verbal dan non verbal. Komunikasi verbal adalah komunikasi yang menggunakan kode-kode bahasa seperti kata-kata dan kalimat. Contoh komunikasi verbal adalah surat dan percakapan. Sedangkan komunikasi non verbal adalah komunikasi yang tidak menggunakan kode-kode bahasa. Contoh komunikasi non verbal adalah foto, gerak tubuh, sirine, dan sebagainya.

3.    Bentuk Teknik Komunikasi Audit
Teknik komunikasi yang umum digunakan dalam audit adalah:[17]
a.    Wawancara. Wawancara merupakan suatu proses interaksi yang dilakukan secara lisan dengan metode tanya jawab yang mempunyai tujuan. Wawancara digunakan oleh auditor untuk memeroleh data ataupun fakta yang diperlukan. Wawancara merupakan alat yang sangat baik untuk memeroleh informasi, pendapat, keyakinan, perasaan, motivasi, masa depan ataupun tanggapan seseorang mengenai sesuatu hal, karena auditor dapat menangkap aksi, reaksi seseorang dalam bentuk gerak-gerik dan ekspresi saat wawancara berlangsung.
b.    Daftar pertanyaan (kuesioner). Daftar pertanyaan adalah metode pengumpulan informasi yang mengajukan pertanyaan secara tertulis dan mengharapkan jawaban secara tertulis pula. Apabila tim audit secara geografis berjauhan atau apabila dibutuhkan data kuantitatif, teknik kuesioner dapat menjadi media yang paling berguna. Kuesioner memungkinkan individu untuk menuliskan apa yang mereka rasa tidak pantas untuk diungkapkan secara lisan. Lebih dari itu, kuesioner dapat dianalisis secara akurat dan dapat memberikan data kuantitatif yang solid untuk mendukung temuan data kualitatif.
c.    Konfirmasi. Konfirmasi adalah permintaan penegasan kepada pihak ketiga mengenai kebenaran suatu data atau informasi. Sebagai contoh, auditor meminta penegasan atas informasi bahwa pihak A di provinsi lain telah menerima kiriman barang, maka auditor mengkonfirmasi ada tidak penerimaan barang yang dilakukan oleh pihak A.
d.    Data terbuka. Data terbuka adalah metode pengumpulan data menggunakan pertemuan kelompok. Sebagai contoh, auditor ingin mendapatkan informasi dari beberapa orang anggota koperasi tentang jumlah pinjaman yang diterima dan jumlah biaya yang harus dibayar oleh mereka, maka auditor mengadakan pertemuan dengan mereka. Auditor tidak melakukan wawancara satu per satu, melainkan menanyakan langsung kepada seluruh peserta pertemuan.
e.    Presentasi. Presentasi adalah penyampaian pesan berupa ide atau gagasan kepada khalayak atau sekelompok orang. Presentasi adalah komunikasi yang dilaksanakan dengan tatap muka. Dalam presentasi bukan hanya pesan verbal yang dapat ditangkap, pesan non verbal juga penting untuk diperhatikan.
f.     Rapat. Rapat adalah komunikasi kelompok yang digunakan untuk bertukar pikiran dalam memahami sesuatu atau menyelesaikan masalah. Rapat adalah bentuk komunikasi yang lazim kita temui di dunia kerja. Dalam audit, rapat ini bisa dilaksanakan intern tim, atau melibatkan pihak auditan.
g.    Laporan Hasil Audit. Laporan hasil audit adalah media penyampaian hasil audit kepada pihak-pihak yang berkepentingan secara tertulis. Setiap penugasan audit harus menghasilkan laporan, meskipun untuk penugasan yang tidak mencapai tujuan sebagai akibat dari berbagai faktor, misalnya sangat buruknya sistem pengendalian auditan yang menyebabkan auditor kesulitan dalam menentukan validitas dokumen-dokumen yang ditemuinya.
4.    Komunikasi Selama Pelaksanaan Audit
a.    Komunikasi Internal Tim
Komunikasi selama pelaksanaan audit terjadi antara: (1) Auditor dengan rekan-rekan intern timnya. (2) Auditor dengan pihak auditan. (3) Instansi auditor dengan pihak-pihak luar.[18]
Sebelum berhubungan dengan pihak luar, auditor harus sudah memiliki mekanisme komunikasi intern yang memadai sehingga tim audit menjadi kompak dan memiliki persepsi serta tujuan yang sama. Keberhasilan komunikasi internal dalam satu tim audit sangat menunjang kelancaran pelaksanaan audit sehingga kegiatan audit dapat diselesaikan tepat waktu dan tepat kualitas. Untuk mencapai keberhasilan tersebut, masing-masing auditor dalam tim audit perlu memerhatikan aturan perilaku antar auditor berikut ini.
1)    Penggalangan kerjasama yang sehat. Manusia punya kecenderungan untuk menolong sesama. Kecenderungan ini dapat didorong untuk muncul perilaku jika disadari dengan jelas keuntungan yang didapat dari bekerja sama. Para anggota tim audit harus menyadari bahwa tujuan audit akan lebih mudah tercapai jika mereka saling bekerja sama, dibanding bekerja secara individual. Penggalangan kerjasama yang sehat juga dapat terjadi jika ada suasana saling menghargai. Para anggota tim saling menyadari kontribusi masing-masing dalam mencapai tujuan audit dan menghargai kontribusi tersebut. Cara paling cepat menggalang kerjasama yang sehat adalah dengan mulai membantu rekan anggota tim untuk menyelesaikan tugasnya.
2)    Memiliki rasa kebersamaan dan rasa kekeluargaan. Setiap orang memiliki keinginan untuk diterima kehadirannya dalam suatu kelompok. Ketika sekelompok orang menyadari bahwa mereka memiliki kesamaan tujuan dan identitas, maka suasana kebersamaan dan rasa kekeluargaan akan timbul.  Suasana tersebut rusak, jika ada individu dalam kelompok memanfaatkan anggota kelompok lain untuk kepentingan pribadinya, dan menonjolkan diri di hadapan auditan dengan mengecilkan kehadiran anggota tim lainnya. Komunikasi intern tim terjadi mulai dari tahap perencanaan audit hingga pelaporan.
Berikut ini ciri-ciri penting komunikasi intern tim yang terjadi dalam tahap-tahap audit:[19]
1)    Komunikasi Pada Tahap Perencanaan Audit. Komunikasi intern dalam satu tim umumnya dimulai saat surat tugas audit diterima tim. Komunikasi yang terjadi pada tahap ini adalah:
a)    Pengarahan oleh pengendali mutu tentang bagaimana melakukan audit yang baik, cara menjalin hubungan yang sehat dan harmonis dengan pihak auditan dan pihak ketiga yang relevan.
b)    Pemberian motivasi oleh pengendali teknis agar tiap anggota tim dapat bekerja secara maksimal dan kompak. Kerjasama yang sehat dan kekompakan akan memudahkan usaha pencapaian tujuan-tujuan audit.
c)    Penyamaan persepsi antara pengendali teknis, ketua tim, dan anggota tim tentang tujuan, ruang lingkup, dan metodologi audit yang dilakukan.
d)    Penyusunan audit program oleh ketua tim dibantu para anggota tim yang menjadi sarana pembagian tugas dan pengendalian pelaksanaan audit.
2) Komunikasi Selama Pelaksanaan Audit. Tujuan komunikasi selama pelaksanaan audit antara lain untuk mengetahui apakah tim audit:
a) Melaksanakan program audit sebagaimana mestinya;
b) Mengidentifikasi permasalahan yang dijumpai dalam audit; dan
c) Mengatasi masalah yang dijumpai dalam audit.
Salah satu sarana komunikasi yang penting dalam tahap ini adalah kertas kerja audit. Dari kertas kerja audit dapat diketahui sejauh mana pelaksanaan program kerja audit, permasalahan apa saja yang dijumpai dalam audit, dan langkah-langkah apa yang telah ditempuh tim untuk menyelesaikannya.
Komunikasi intern tim yang terjadi pada tahap ini adalah:
a)    Cetusan keluhan tentang kesulitan kerja dari anggota tim kepada ketua tim atau dari ketua tim kepada pengendali teknis.
b)    Pembahasan kemajuan pekerjaan audit oleh ketua tim atau pengendali teknis.
c)    Pengarahan oleh ketua tim atau pengendali teknis sebagai umpan balik atas keluhan tentang kesulitan kerja yang dihadapi tim.
d)    Tukar menukar informasi antar anggota tim.
e)    Pemecahan masalah yang ditemui tim.
f)     Penyamaan pengertian atau pemahaman tentang suatu permasalahan.
g)    Upaya untuk menjembatani perbedaan antara anggota tim supaya tidak timbul konflik dalam pelaksanaan audit.
h)    Rekonsiliasi data antar anggota tim agar didapat informasi yang benar.
i)     Pengembangan rasa kebersamaan atau kekompakan.
3)    Komunikasi pada Penyiapan Konsep Laporan Hasil Audit. Komunikasi intern tim yang dilakukan pada tahap penyiapan konsep laporan hasil audit bertujuan antara lain:
a)    Untuk mencapai kata sepakat mengenai seluruh temuan audit final;
b)    Untuk memeroleh tanggapan dan persetujuan final dari pengendali teknis bahwa seluruh temuan audit itu obyektif dan rekomendasi yang diberikan layak dan dapat dilaksanakan;
c)    Untuk memastikan bahwa kertas kerja audit telah disusun secara memadai dan substansi kertas kerja auditnya cukup sebagai bahan untuk menyusun laporan hasil audit .
Komunikasi yang terjadi pada tahap ini antara lain adalah:
a)    Kesepakatan tim atas hasil-hasil audit.
b)    Penyusunan laporan hasil audit.
c) Reviu kertas kerja audit dan laporan oleh pengendali teknis dan pengendali mutu.
b. Komunikasi Antara Auditor Dengan Auditan
Komunikasi antara auditor dengan auditan adalah hal yang tidak bisa diabaikan, karena keberhasilan pelaksanaan audit memerlukan dukungan dan kerjasama dari auditan. Pengumpulan informasi terhambat jika auditan bersikap tertutup dan tidak mau bekerja sama. Komunikasi antara auditor dengan auditan juga perlu untuk mengurangi kesan keliru bahwa auditor adalah pihak yang “mencari-cari kesalahan semata” yang menjadi sumber terjadinya sikap tertutup, menghindar, atau menghambat dari auditan.
Agar terwujud komunikasi yang baik dengan auditan, setiap auditor perlu memerhatikan aturan perilaku auditor dalam interaksi dengan pihak auditan yang meliputi:[20]
1)    Menjaga penampilan sesuai dengan tugasnya sebagai auditor.
a)    Berpakaian rapi, sederhana, sopan sesuai dengan kelaziman;
b)    Gaya bicara yang wajar, tidak berbelit-belit dan menguasai pokok permasalahan;
c)    Rambut tersisir rapi;
d)    Nada suara yang wajar, sopan, dan tidak membentak-bentak;
e)    Cara duduk yang sopan.
2)    Menjalin interaksi yang sehat dengan auditan
a)    Berkomunikasi secara persuasif;
b)    Memperlakukan pihak auditan sebagai subyek, bukan obyek;
c)    Memahami kesibukan auditan dengan tetap menjaga kelancaran dan ketepatan pelaksanaan audit.
3)    Menciptakan iklim kerja yang sehat dengan auditan
a)    Menjaga independensinya terhadap auditan dengan cara menolak melaksanakan penugasan audit terhadap auditan yang memiliki hubungan pribadi atau kekeluargaan, keuangan, dan hubungan lainnya dengan dirinya;
b)    Tidak memanfaatkan auditan sebagai sumber untuk memeroleh keuntungan pribadi;
c)    Mencari informasi atau data dengan tidak berbelit-belit/mengada-ada;
d)    Menumbuhkan dan membina sikap positif.
4)    Menggalang kerja sama yang sehat dengan auditan
a)    Tidak mencari informasi dari pihak yang tidak kompeten tentang masalah dan atau orang yang diaudit;
b)    Tidak membicarakan hal-hal negatif pihak auditan kepada pihak yang tidak berkepentingan;
c)    Saling memercayai, menghargai dan dapat bekerja sama dengan auditan sesuai dengan tujuan audit;
d)    Bersifat mendidik atau membina terhadap auditan dengan cara membantu, mendorong, dan membimbing bila ada permasalahan yang timbul dalam pekerjaannya dengan tidak merusak integritas dan obyektivitas dalam pelaksanaan audit;
e)    Tidak memberikan perintah yang sifatnya pribadi kepada auditan.
Sebagaimana halnya komunikasi intern tim, komunikasi dengan auditan dapat dikaitkan dengan tahapan dalam audit. Berikut ini ciri-ciri penting komunikasi intern tim yang terjadi dalam tahap-tahap audit:[21]
1) Komunikasi pada awal pelaksanaan audit. Komunikasi pada awal pelaksanaan audit belum dimaksudkan untuk mendapatkan informasi mengenai substansi permasalahan yang akan diaudit. Komunikasi pada tahap ini terutama dimaksudkan untuk memeroleh kesamaan persepsi mengenai mekanisme pelaksanaan audit dan memperoleh kesediaan auditan untuk bekerja sama selama pelaksanaan audit. Dalam melakukan komunikasi pada tahap ini auditor perlu berusaha menimbulkan kesan positif dari auditan. Kesan positif ini penting didapat agar keengganan auditan untuk bekerjasama dapat dikurangi. Agar dapat menimbulkan kesan positif tersebut, auditor, antara lain, perlu memerhatikan hal-hal sebagai berikut:[22]
a)    Datang ke tempat pertemuan tepat waktu.
b)    Menjaga penampilan dengan sebaik-baiknya, antara lain: kerapihan berpakaian dan kesopanan dalam sikap duduk dan berbicara.
c)    Selalu mengingat kesepakatan tentang pembagian tugas dan mekanisme jalannya pembicaraan.
d)    Pembicaraan perlu diawali dengan perkenalan dan pembicaraan hal-hal umum yang menarik agar tercipta suasana yang akrab dan santai.
e)    Kepada pihak auditan perlu diberikan kesempatan untuk menyampaikan hal-hal yang menurut pendapatnya perlu disampaikan, namun apabila pembicaraan telah menyimpang terlalu jauh dari tujuan pertemuan, auditor perlu mengusahakan agar pembicaraan kembali ke jalur yang seharusnya.
f)     Tim audit harus menghindari pembicaraan yang dapat memersulit atau menyinggung perasaan pihak auditan.
g)    Auditor yang ditunjuk sebagai notulen hendaknya mengikuti pembicaraan dengan cermat.
h)   Sebelum pembicaraan diakhiri oleh pemimpin tim audit yang hadir, hal-hal penting yang muncul dimintakan peneguhan dari pihak auditan.
i)     Pada akhir pembicaraan perlu disampaikan kata penutup berupa ucapan terima kasih dari tim audit atas kesediaan bekerja sama dari pihak auditan.
2)    Komunikasi selama pelaksanaan audit. Komunikasi selama pelaksanaan audit antara auditor dengan auditan pada dasarnya bertujuan agar auditor dapat memeroleh bukti audit yang cukup, kompeten, dan relevan sebagai dasar untuk menyusun kesimpulan dan rekomendasi. Selama audit berlangsung, terbuka kesempatan untuk melakukan komunikasi antara auditor dengan auditan. Namun demikian, auditor perlu memertimbangkan saat yang tepat. Pertimbangan tentang waktu dilakukannya komunikasi antara lain dengan memerhatikan hal-hal berikut:[23]
a)    Komunikasi yang terlalu dini akan berakibat kurang tuntasnya penyelesaian masalah, sedangkan bila terlalu lambat akan berakibat telah basi (out-of-date) nya masalah yang bersangkutan.
b)    Komunikasi yang terlalu sering akan dapat mengganggu kesibukan auditan, sedangkan bila terlalu jarang dapat berakibat bertumpuknya masalah yang dikomunikasikan sehingga penyelesaiannya menjadi tidak tuntas.
3) Komunikasi pada akhir pelaksanaan audit. Komunikasi pada akhir pelaksanaan audit terutama bertujuan untuk mendapatkan tanggapan dan persetujuan final dari pihak auditan atas seluruh temuan dan rekomendasi audit yang diperoleh yang nantinya akan dimuat di dalam laporan hasil audit.
4)     Tanggapan dan persetujuan final ini sangat penting untuk meyakinkan auditor bahwa seluruh temuan adalah obyektif dan semua rekomendasi layak dan memungkinkan untuk dilaksanakan. Pelaksanaan komunikasi ini hendaknya dilakukan dengan memertimbangkan kemungkinan diperlukannya tambahan waktu untuk memeroleh bukti tambahan yang dibutuhkan sehingga perlu diusahakan agar tidak dilakukan pada waktu pelaksanaan audit benar-benar telah selesai.
5)     Komunikasi tindak lanjut hasil audit. Komunikasi tindak lanjut hasil audit bertujuan untuk meyakinkan bahwa auditan benar-benar telah melakukan tindak lanjut rekomendasi audit secara tepat waktu sesuai dengan kesanggupan dari auditan. Hal ini sejalan dengan Standar Audit Aparat Pengawasan Fungsional Pemerintah yang menyatakan bahwa: Aparat Pengawasan Fungsional Pemerintah harus memantau tindak lanjut atas temuan beserta rekomendasi.
6)     Komunikasi tindak lanjut hasil audit dilakukan sejak diterbitkannya laporan hasil audit beserta dokumen permintaan informasi pelaksanaan tindak lanjut hasil audit dari Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) kepada pihak auditan. Apabila tindak lanjut telah dilaksanakan, maka dokumen tersebut diisi sesuai dengan rekomendasi yang telah ditindaklanjuti dan dikirimkan kembali kepada APIP untuk didokumentasikan sebagai temuan yang telah ditindaklanjuti. Sarana komunikasi lain berkaitan dengan tindak lanjut hasil audit dapat berupa dilaksanakannya gelar pengawasan dan pemutakhiran data/informasi tindak lanjut yang memertemukan seluruh pihak auditan dengan APIP dan dilakukannya rekonsiliasi catatan temuan, rekomendasi, serta tindak lanjutnya.
C. Komunikasi Auditor dengan Pihak Lain yang Terkait
Selain dengan auditan, auditor juga berkomunikasi dengan pihak-pihak lain yang terkait dengan penugasan audit. Komunikasi dengan pihak-pihak tersebut adalah sebagai berikut:[24]
1)    Komunikasi auditor dengan Instansi Teknis. Tujuan dilakukannya komunikasi auditor dengan instansi teknis yang terkait adalah:
a)    Untuk memeroleh informasi yang kompeten tentang suatu permasalahan yang dijumpai oleh tim audit yang memerlukan penjelasan. Sebagai contoh, auditor meminta penjelasan kepada Departemen Perhubungan tentang batas minimal kedalaman suatu sungai untuk dapat dilayari oleh suatu kapal dengan bobot tertentu.
b)    Untuk meminta konfirmasi atau penegasan tentang suatu permasalahan yang diduga akan menimbulkan kontroversi dengan pihak auditan. Komunikasi dengan instansi teknis terkait pada umumnya dilakukan secara tertulis dan formal yang ditandai dengan dilakukannya komunikasi dalam bentuk surat menyurat secara resmi. Namun demikian, untuk hal-hal yang memerlukan penjelasan secara panjang lebar dapat juga dilakukan secara lisan melalui pertemuan antara tim audit dengan pejabat instansi teknis terkait yang hasilnya dituangkan dalam bentuk tertulis. Komunikasi dengan instansi teknis terkait sifatnya ad hoc (tidak terjadwal) tetapi dapat dilakukan kapan saja sepanjang terdapat cukup alasan dilakukannya komunikasi tersebut.
2)    Komunikasi auditor dengan pihak ketiga yang ada hubungan kerja dengan auditan. Komunikasi auditor dengan pihak ketiga yang memiliki hubungan kerja dengan pihak auditan dimaksudkan untuk melakukan konfirmasi tentang suatu data hasil audit guna memeroleh keyakinan tentang suatu masalah. Komunikasi tersebut pada umumnya dilakukan secara tertulis. Karena secara formal auditor tidak memiliki hubungan kerja dengan pihak ketiga tersebut, maka komunikasi ini dilakukan dengan sepengetahuan auditan, bahkan secara formal yang meminta informasi itu adalah auditan. Tetapi jawaban pihak ketiga tersebut hendaknya dapat langsung diterima oleh auditor tanpa melalui auditan.
3) Komunikasi auditor dengan nara sumber/Pakar. Tujuan komunikasi auditor dengan nara sumber/pakar pada prinsipnya tidak berbeda dengan tujuan komunikasi dengan instansi teknis terkait, yaitu dalam rangka memeroleh informasi yang kompeten dan konfirmasi tentang suatu permasalahan yang diduga akan menimbulkan kontroversi dengan pihak auditan. Komunikasi dengan nara sumber atau pakar perorangan pada umumnya dilakukan secara tertulis dan dilakukan secara formal, yaitu dengan melakukan komunikasi dalam bentuk surat menyurat secara resmi. Namun demikian, untuk hal-hal yang membutuhkan penjelasan secara panjang lebar dan luas, dapat pula dilakukan secara lisan, yaitu melalui suatu seminar dengan meminta nara sumber sebagai pembicara tentang masalah yang diinginkan. Hasil seminar tersebut dituangkan dalam bentuk tertulis.
4)    Komunikasi auditor dengan instansi penyidik (Kejaksaan/ Kepolisian).
Komunikasi dengan pihak instansi penyidik dimaksudkan untuk meningkatkan keberhasilan penanganan penyelamatan keuangan/ kekayaan negara/daerah serta guna meningkatkan daya cegah atas kemungkinan timbulnya perbuatan yang dapat merugikan keuangan atau kekayaan negara/daerah di kemudian hari. Komunikasi dengan pihak instansi penyidik dapat dilakukan baik secara lisan maupun secara tertulis dan bersifat formal. Komunikasi secara lisan dapat dilakukan antara lain berupa:[25]
a)    Pemaparan indikasi awal pada masa proses audit khusus atas suatu kasus.
b)    Pemberian informasi dalam rangka sebagai saksi ahli dalam suatu kasus.
Komunikasi secara tertulis antara lain berupa penyerahan laporan hasil audit khusus yang di dalamnya memuat indikasi tindak pidana khusus dan tindak perdata yang menimbulkan kerugian keuangan atau kekayaan negara/daerah.Komunikasi ini dilakukan segera setelah laporan audit khusus selesai ditandatangani oleh penanggung jawab audit. Selain itu, komunikasi dengan pihak instansi penyidik dapat dilakukan pada saat adanya permintaan bantuan penyelidikan suatu kasus, misalnya berupa menghitung jumlah kerugian negara/daerah. Komunikasi dalam rangka pemaparan indikasi awal dilakukan segera setelah diperoleh informasi yang berindikasi adanya tindak pidana yang menurut pertimbangan tim audit memerlukan pandangan atau pendapat dari pihak instansi penyidik guna menguatkan tim audit tentang terpenuhinya unsur tindak pidana dalam kasus yang bersangkutan.
Komunikasi dalam rangka sebagai saksi ahli dan pemberian bantuan penyelidikan dilakukan sesuai dengan permintaan dari pihak instansi penyidik, sedangkan komunikasi berupa penyerahan laporan dilakukan oleh pejabat/petugas yang memiliki tanggung jawab untuk itu sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Komunikasi dalam rangka pemaparan indikasi awal dilakukan oleh tim audit yang menangani kasus yang bersangkutan, sedangkan untuk komunikasi dalam rangka sebagai saksi ahli dan pemberian bantuan penyelidikan dilakukan oleh pejabat/petugas yang ditunjuk secara khusus untuk itu.

E.   ETIKA AUDIT MUTU INTERNAL
Norma Pelaksanaan audit adalah pedoman bagi auditor dalam menilai kualitas hasil pekerjaan dan mengukur tingkat tanggung jawab auditor. Secara baku norma yang menjadi ukuran pekerjaan auditor tersebut ditetapkan oleh organisasi akuntan profesional, contohnya Generally Accepted Auditing Standards (GAAS). GAAS mencakup mutu profesional akuntan publik (auditor) dan pertimbangan dalam pelaksanaan dan pelaporan audit.[26]
Standar Etika tersebut terdiri dari :
1.    Norma Umum
a.    Audit harus dilaksanakan oleh seseorang atau lebih yang memiliki keahlian dalam bidangnya dan telah menjalani latihan teknis yang cukup.
b.    Dalam semua hal yang berhubungan dengan penugasan yang diberikan kepadanya, auditor harus senantiasa mempertahankan sikap mental independen.
c.    Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporan, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama.
2.    Norma Pelaksanaan Audit
a.    Audit harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika menggunakan asisten harus dipimpin dan diawasi dengan semestinya.
b.    Sistem Pengendalian intern yang ada harus dipelajari dan dinilai dengan secukupnya untuk menentukan dapat/tidaknya sistem tersebut diandalkan sebagai dasar untuk menetapkan luasnya pengujian yang harus dilakukan serta prosedur audit yang digunakan.
c.    Bukti kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, tanya jawab, dan konfirmasi sebagai dasar yang layak untuk menyatakan pendapat atas laporan yang diaudit.
3.    Norma Pelaporan
a.    Laporan audit harus menyatakan apakah laporan telah disusun dengan prinsip yang berlaku umum.
b.    Laporan audit harus menyatakan apakah prinsip akuntabel dalam periode berjalan, telah dilaksanakan secara konsisten dibandingkan dengan periode sebelumnya.
c.    Pengungkapan informatif dengan laporan harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan hasil kegiatan.
d.    Laporan audit harus memuat suatu pernyataan mengenai laporan hasil kegiatan secara menyeluruh atau memuat suatu penegasan bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan, maka alasannya harus diberikan. Dalam hal auditor dikaitkan dengan laporan hasil kegiatan, maka laporan audit harus memuat pertunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan audit, jika ada dan tingkat tanggung jawab yang dipikulnya.





 
 

Kode Etik Auditor Mutu Internal
1.    Tujuan
a.    Untuk memacu tercapainya budaya etis bagi profesi auditor mutu kademik internal.
b.    Untuk menumbuhkan kepercayaan bagi auditor
c.    Membantu auditor menafsirkan asas-asas audit mutu dalam penerapan praktis dan untuk memandu auditor dalam berperilaku etis.
2.    Komponen
Kode etik merupakan norma perilaku yang perlu dimiliki oleh auditor, terdiri atas dua komponen, yaitu: (1) asas kode etik audit internal dan (2) perilaku auditor internal.

3.    Asas
a. Ketaqwaan Kepada Tuhan Yang Maha Esa
b. Integritas
c. Objektivitas
d. Kerahasiaan
e. Kompetensi
f. Independen
       Keenam asas kode etik tersebut melandasi sikap dan perilaku auditor mutu internal dalam menjalankan tugas.
4.    Perilaku Auditor Mutu Internal
       Auditor harus dapat menunjukkan perilaku sebagai berikut:
a.    Ketaqwaan Kepada Tuhan Yang Maha Esa
       Auditor dalam setiap perilakunya menyadari sepenuhnya bahwa mulai niat sampai tindakan yang dilakukan diketahui oleh Tuhan Yang Maha Esa.
b.    Intergritas
       Integritas auditor mutu akademik internal akan menumbuhkan kepercayaan yang pada gilirannya akan menyebabkan kepatuhan pada keputusan yang dibuat, sehingga auditor harus:
1)    melaksanakan audit dengan jujur dan bertanggungjawab.
2)    mematuhi Panduan Audit dan membuat laporan audit sesuai dengan peraturan yang berlaku.
3)    tidak melakukan tindakan yang mendiskriditkan profesi auditor dan/ atau organisasi.
4)    mendukung terlaksananya tujuan audit.
c.    Objektivitas
       Auditor mempunyai objektivitas profesional dalam mengumpulkan, mengevaluasi dan menyampaikan informasi tentang aktivitas atau proses yang sedang diaudit. Auditor membuat evaluasi apa adanya dari semua keadaan yang relevan dan tidak terpengaruh oleh kepentingan perorangan atau tidak terpengaruh oleh pihak-pihak lain dalam mengambil keputusan, sehingga auditor harus :

 
1)    tidak melakukan aktivitas yang dapat merusak objektivitas audit mutu akademik internal;
2)    tidak menerima pemberian apapun yang mengakibatkan tidak berlaku adil;
3)    wajib melaporkan semua fakta hasil audit.
d.    Kerahasiaan
       Auditor tidak akan menyampaikan fakta hasil audit kepada fihak yang tidak berhak, sehingga auditor harus:
1) menjaga kerahasiaan fakta hasil audit yang diperoleh dalam malaksanakan tugasnya.
2)    menghindari penyalahgunaan fakta hasil audit yang diperolehnya untuk keuntungan pribadi atau menggunakan fakta hasil audit tersebut dengan cara yang melawan hukum atau yang merugikan tujuan dan etika kelembagaan.
e.    Kompetensi
       Auditor menerapkan semua pengetahuan, keterampilan dan pengalamannya dalam melaksanakan audit mutu akademik internal, sehingga auditor harus:
1)    mempunyai pengetahuan, keterampilan dan pengalaman audit untuk melaksanakan kegiatan audit;
2)    melaksanakan pelayanan audit mutu akademik internal sesuai dengan Panduan dan Manual Prosedur Audit Mutu Akademik Internal.
3)    selalu meningkatkan pengetahuan efektivitas dan mutu layanannya.
f.     Independensi
       Auditor bebas dari pengaruh dan campurtangan dari luar, sehingga auditor harus :
1)    bebas dari pengaruh setiap pekerjaan dalam bidang yang diaudit atau yang pernah menjadi tanggungjawabnya;
2)    tidak memihak kepada siapapun;
3)    tidak terlibat dalam pertentangan kepentingan dengan teraudit.
5.    Sanksi
Auditor yang melanggar kode etik audit mutu akademik internal akan dinilai dan ditindak sesuai prosedur penegakan disiplin yang berlaku.
6.    Prosedur Penegakan Disiplin
Apabila TPMU menerima laporan tertulis dan resmi mengenai adanya pelanggaran kode etik auditor mutu akademik internal, maka TPMU akan melaksanakan penegakan disiplin sebagai berikut:
a.    TPM akan membentuk Komisi Etika Auditor yang terdiri atas 5 orang dan bertugas untuk jangka waktu 2 bulan.
b.    Komisi Etika auditor segera mempelajari isi laporan tersebut;
c.    Komisi Etika Auditor mengadakan rapat untuk mendengarkan klarifikasi auditor terlapor dan juga pelapor secara terpisah.
d.    setelah mendengarkan penjelasan terlapor dan pelapor, apabila tidak terbukti dan ada kesepakatan kedua belah pihak, maka prosedur pemeriksaan tidak dilanjutkan;
e.   

 
apabila terbukti ada pelanggaran kode etika auditor akademik, maka auditor terlapor segera memperbaiki laporan yang dibuatnya;
f.     Komisi Etika Auditor melaporkan hasil kerjanya kepada TPMU;
g.    Sanksi dari TPMU berupa :
1)       peringatan lisan
2)       peringatan tertulis pertama, kedua dan ketiga;
3)       pemberhentian sementara sebagai auditor untuk jangka waktu tertentu
4)       pemberhentian sebagai auditor.
7.    Kode etik ini berlaku untuk perorangan dan kelompok yang melaksanakan audit mutu pada sebuah lembaga.




DAFTAR PUSTAKA

Agoes, S. (2004). Auditing (Pemeriksaan Akuntan) oleh Kantor Akuntan Publik. Edisi Ketiga. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta.
Arens, A.A., Elder, R. J.,dan Beasly, M. S. (2003). Auditing and Assurance Service – An Integrated Approach, 9th ed. Prentice Hall. New Jersey.
Arens, A.A., Elder, R. J.,dan Beasly, M. S.. 2004. The Institute of Internal Auditors: International Standards for the Professional Practice of Internal Auditing. http://www. theiia.org.,
BPKP, 2007. Teknik Komunikasi Audit, Modul Diklat Penjenjangan Auditor Tingkat Pengendali Teknis, Kode MA. 2.250, EFA.
BPKP, 2008. Etika dalam Fraud Audit, Modul Diklat Penjenjangan Auditor Tingkat Pengendali Teknis, Kode MA. 2.250, EFA.
David, R.N. (1982). Auditing Concepts and Standards. South Western Publishing Co. Cincinnati. Ohio.
Depdiknas. 2003. Higher Education Long Term Strategy. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Jakarta.
Depdiknas. 2003. Pedoman Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi. Departemen Pendidikan Nasional. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Jakarta.
Holmes & Overmyer. (1975). Auditing Standards and Procedures 8th Edition. Richard D. Irwin, Inc. Homewood, Illinois.
Jackson, N. 2006. Internal Academic Quality Audit in UK Higher Education: Part I – Current Practice and Conceptual Frameworks, Quality Assurance in Education 4 (4): 37-46.
Konrath, L. F. (2007). Auditing Concepts and Applications-A Risk Analysis Approach. 5th ed. West Publishing Company.
Siagian S.P. 2009, Audit Manajemen, Edisi Revisi, Cetakan VIII Bumi Aksara, Jakarta.
Sims, J.S., and Sims, R.R. 1995. Total Quality Manajement in Higher Education: Is it working? Why or Why not? Westport, Connecticutt, London.
Suardi R., 2003. Sistem Manajemen Mutu ISO 9000:2000: Penerapannya untuk mencapai TQM, PPM, Jakarta.
Suharli, M. (2008). Pemeriksaan Manajemen atas Fungsi Penjualan dan Koleksi Piutang. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta.
Sunggul, A., 2000. “25 Etika Profesi”, Sinar Grafika, Jakarta.
Susilo, W. 2003. Audit Mutu Internal: Panduan Praktis Para Praktisi Manajemen Mutu dan Auditor Mutu Internal, P.T. Vorqistatama Binamega.
Tampubolon, D.P., 2001. Perguruan Tinggi Bermutu: Paradigma Baru Manajemen Pendidikan Tinggi Menghadapi Tantangan Abad ke-21, Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Tuanakotta, T.M. (1982). Auditing Petunjuk Pemeriksaan Akuntan Publik, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Edisi ketiga, Jakarta
Tunggal, A,W. 2000. Manajemen Audit: Suatu Pengantar, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.


[1]     Tunggal, A,W. 2000. Manajemen Audit: Suatu Pengantar, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta. Halaman 26.

[2]     David, R.N. (1982). Auditing Concepts and Standards. South Western Publishing Co. Cincinnati. Ohio. Halaman 114.
[3]     Suardi R., 2003. Sistem Manajemen Mutu ISO 9000:2000: Penerapannya untuk mencapai TQM, PPM, Jakarta. Halaman 39 – 40.
[4]     BPKP, 2008. Etika dalam Fraud Audit, Modul Diklat Penjenjangan Auditor Tingkat Pengendali Teknis, Kode MA. 2.250, EFA. Halaman 5.
[5]     Susilo, W. 2003. Audit Mutu Internal: Panduan Praktis Para Praktisi Manajemen Mutu dan Auditor Mutu Internal, P.T. Vorqistatama Binamega. Halaman 93.
[6]       Konrath, L. F. (2007). Auditing Concepts and Applications-A Risk Analysis Approach. 5th ed. West Publishing Company. Halaman 321.
[7]     Holmes & Overmyer. (1975). Auditing Standards and Procedures 8th Edition. Richard D. Irwin, Inc. Homewood, Illinois. Halaman 77.
[8] Ibid halaman 79.
[9]     Arens, A.A., Elder, R. J.,dan Beasly, M. S. (2003). Auditing and Assurance Service – An Integrated Approach, 9th ed. Prentice Hall. New Jersey.
[10]    BPKP, 2008. Etika dalam Fraud Audit, Modul Diklat Penjenjangan Auditor Tingkat Pengendali Teknis, Kode MA. 2.250, EFA. Halaman 7
[11]    Sims, J.S., and Sims, R.R. 1995. Total Quality Manajement in Higher Education: Is it working? Why or Why not? Westport, Connecticutt, London. Halaman 67.
[12] Siagian S.P. 2009, Audit Manajemen, Edisi Revisi, Cetakan VIII Bumi Aksara, Jakarta. Halaman 99
[13]    BPKP, 2007. Teknik Komunikasi Audit, Modul Diklat Penjenjangan Auditor Tingkat Pengendali Teknis, Kode MA. 2.250, EFA. Halaman 53.
[14] Depdiknas. 2003. Higher Education Long Term Strategy. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Jakarta. Halaman 23.

[15]  Idem halaman 23
[16] Idem halaman 26
[17] Idem halaman 33
[18]   BPKP, 2007. Teknik Komunikasi Audit, Modul Diklat Penjenjangan Auditor Tingkat Pengendali Teknis, Kode MA. 2.250, EFA. Halaman 36.

[19] Idem halaman 37.

[20]    Idem halaman 43.
[21] Suharli, M. (2008). Pemeriksaan Manajemen atas Fungsi Penjualan dan Koleksi Piutang. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta.
[22]    Holmes & Overmyer. (1975). Auditing Standards and Procedures 8th Edition. Richard D. Irwin, Inc. Homewood, Illinois.
[23]    Suardi R., 2003. Sistem Manajemen Mutu ISO 9000:2000: Penerapannya untuk mencapai TQM, PPM, Jakarta.
[24]    Tuanakotta, T.M. (1982). Auditing Petunjuk Pemeriksaan Akuntan Publik, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Edisi ketiga, Jakarta
[25]   Tampubolon, D.P., 2001. Perguruan Tinggi Bermutu: Paradigma Baru Manajemen Pendidikan Tinggi Menghadapi Tantangan Abad ke-21, Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

[26] Sunggul, A., 2000. “25 Etika Profesi”, Sinar Grafika, Jakarta.

Tidak ada komentar:

PENELITIAN KUALITATIF DALAM ILMU-ILMU SOSIAL

A. Pendahuluan   Ketika kita bergaul sehari-hari seringkali kita berargumen satu sama lain. Kita bercakap-cakap untuk mempe...